Sejauh Mana Kesungguhan Da’wah Kita? Perjalanan Sosok Da’i Ini Layak Diteladani (Part 1)

STIDNATSIR.AC.ID – Para da’i alumni STID Mohammad Natsir yang telah menyelesaikan tugas pengabdian da’wahnya di pedalaman, berbagi cerita da’wahnya kepada para jama’ah Masjid Wadhah al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah Bekasi, Senin (5/11) selepas sholat isya berjama’ah.

Ada 6 da’i yang mempresentasikan pengalaman da’wahnya; Ustadz Syafa’atul Huda, S.Sos yang berda’wah di Pulau Seram Ambon, Ustadz Nur Muhammad Adi Putra, S.Sos yang berda’wah di Kab. Tojo Una-Una Sulawesi Tengah, Ustadz Riza Rahmad, S.Sos yang berda’wah di Kab. Morowali Sulawesi Tengah, Ustadz Suyanto, S.Sos yang berda’wah di Kalimantan Timur, Ustadz Ridhoi, S.Sos yang berda’wah di Pulau Buru Maluku, dan Ustadz Nurullah Amin, S.Sos yang berda’wah di Pulau Penyalai Riau.

Para da’i menceritakan kisah lika-liku perjalanan menuju lokasi da’wah hingga suka duka dalam membersamai umat di pedalaman. Mulai dari ustadz Syafaatul Huda yang memakan waktu 16 jam perjalanan darat menuju lokasi anak-anak mualaf Pulau Seram yang berperangai keras.

“Walaupun sudah mualaf sejak tahun 2000 lalu, mereka tetap menamai diri mereka mualaf. Karena mereka banyak yang belum bisa wudhu dan sholat. Perangainya pun kasar. Saya bertekad, kekerasan hati orang Maluku dapat diluluhkan dengan kelembutan hati orang Jawa,” ujar da’i asal Lamongan Jawa Timur tersebut, disambut pekikan takbir para jama’ah.

Dengan izin Allah dan pendekatan dari Ustadz Syafaatul Huda, anak-anak Pulau Seram dapat beribadah dengan benar bahkan dapat berceramah.

Kepulangannya menyisakan kesedihan yang mendalam. Anak-anak menangis histeris bahkan satu di antaranya jatuh pingsan, sementara anak laki-laki bergulingan di tanah. Melihat semangat anak-anak dan suasana haru tersebut, Ia berencana untuk kembali ke Pulau Seram pada akhir tahun nanti untuk melanjutkan risalah da’wahnya.

Selain itu Ustadz Nur Adi Putra, S.Sos juga membagikan kisahnya ketika harus menempuh jalur yang ekstrem saat menuju lokasi da’wahnya di Kab. Tojo Una-Una Sulawesi Tengah. Kondisi jalan yang terjal mengharuskannya menggunakan motor trill untuk melewatinya, selanjutnya ia harus melawan derasnya ombak dengan speed boat untuk menyeberangi sungai.

Selepas tiba di lokasi da’wah, rasa lelahnya terbayar oleh sambutan hangat masyarakat Dusun Padafuyu yang telah menunggu kedatangannya. Baru beberapa jenak sampai di sana, Ustadz Adi langsung dihampiri Ibu-Ibu dengan raut melankolis.

“Pak Ustadz, Torang (kami) ini muslim tapi torang tidak punya kitab suci seperti orang-orang sebelah (Nasrani),” kata ustadz Adi menirukan gaya bicara masyarakat setempat.

Maklum saja Ibu-Ibu tersebut berkata demikian, pasalnya sudah lama mereka tidak belajar kitab agamanya sendiri, Al-Qur’an. Berbeda dengan umat Nasrani yang domisilinya bersebelahan dengan dusun mereka, mereka memiliki guru “ngaji” yang rajin membina umatnya. Meski demikian nilai toleransi beragama tetap dijunjung tinggi oleh masing-masing umat beragama.

Mendengar curahan hati warga setempat, Ustadz Adi terenyuh dan semakin bersemangat untuk membina masyarakat menjadi lebih baik.

Para jama’ah Masjid Wadhah Al-Bahr semakin antusias menyimak setiap cerita yang disampaikan para da’i.

Para da’i menceritakan pengalaman da’wahnya kepada jama’ah Masjid Wadhah Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah Bekasi

Kisah inspiratif juga datang dari ustadz Riza Rahmad, S.Sos. Ia dikirim untuk berda’wah ke masyarakat Desa Tawota Awana, Sulawesi Tengah. Ketika sampai, ia dihadapkan pada kondisi masyarakat yang tengah terdegradasi moralnya. Laki-laki dan perempuan masyarakat Desa Tawota Awana hanya ‘setengah berpakaian’, begitu pula anak kecil yang masih berumur 7 tahun sudah merokok dan mabuk.

Akhirnya, ia perlahan-lahan melakukan pendekatan emosional dengan memperlihatkan akhlaq Islami sebagai seorang muslim. Dengan izin Allah, banyak dari masyarakat yang telah kembali pada fitrahnya.

“Alhamdulillah dengan izin Allah 50 orang telah memeluk Islam,” ungkap da’i asal Aceh tersebut, disambut pekikan takbir para jama’ah.

Setelah banyak dari masyarakat yang telah mualaf, ustadz Riza mengajarkan praktik-praktik ibadah yang benar, cara berpakaian, dan mengajarkan Al-Qur’an. Hingga saat ini, anak-anak Desa Tawota Awana telah menghafal Juz 30 dan 29. [] Bersambung

Reporter: Faris Rasyid

Editor: Saeful R

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*