Memetik Keteladanan, Keikhlasan, dan Semangat Juang Pak Natsir

Oleh: Susilo Bambang Yudhoyono*

Marilah kita bersama-sama, sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah subhanahu wata’ala, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan, untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta.

Saya ingin menggunakan kesempatan yang membahagiakan dan insya Allah penuh berkah ini, untuk menyampaikan ucapan selamat dan penghargaan yang tinggi kepada seluruh jajaran Panitia ”Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir ( 1908-2008 ) ”, yang telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan untuk menghormati, menghargai dan menggali pikiran-pikiran besar dari tokoh yang kita cintai, kita kagumi, dan kita banggakan. Semoga, kegiatan ini dapat mengingatkan kita pada keteladanan, kesederhanaan, kenegarawanan, serta kepahlawanan Pak Natsir yang jejak langkahnya, amat bernilai untuk di telaah, dikaji, dan diteladani oleh kita semua.

Refleksi seabad pemikiran dan perjuangan Mohammad Natsir ini, dilaksanakan bertepatan dengan peringatan seratus tahun Kebangkitan Nasional. Pada momentum inilah, kita sebagai sebuah bangsa yang besar, patut menghargai jasa dan perjuangan para pendahulu kita. Jejak langkah perjuangan Mohammad Natsir, adalah bagian dari catatan sejarah nasional yang tidak boleh kita lupakan. Sebaliknya, dengan peran penting yang dijalaninya sejak zaman kolonial hingga akhir hayatnya, kita harus mampu mendudukkan peran dan perjuangan beliau dalam pentas sejarah yang terhormat.

Mohammad Natsir, yang lahir di Alahan Panjang Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1908, dan wafat di Jakarta pada tahun 1993, kita kenal sebagai sosok pendakwah yang teduh, politikus yang jujur, pejuang yang ikhlas, dan negarawan terhormat. Sebagai pendakwah yang teduh, Mohammad Natsir tampil sebagai ulama intelektual yang menebarkan ajaran Islam dengan penyampaian yang tenang, bijak, dan ramah. Islam yang disyiarkan dengan keteduhan, kedamaian, didukung oleh argumentasi yang tepat, dan menjauhkan diri dari tindakan kekerasan.

Di tengah keragaman sikap dalam berdakwah, ada pelajaran yang dapat kita petik dari Mohammad Natsir. Beliau menyebarkan syiar Islam dengan santun, bijak, damai dan penuh toleransi. Dengan cara seperti itu, syiar agama yang dilakukan, akan membawa kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara, ke arah yang lebih terhormat dan beradab. Kita dapat hidup aman, tenteram, dan damai, baik di antara sesama penganut agama maupun di antara umat beragama lainnya. Dengan sikap Pak Natsir yang seperti itu, beliau dikenal di tanah air dan di mancanegara, sebagai seorang guru bangsa, pendidik umat, dan seorang alim.

Selain sebagai juru dakwah, kita juga mengenal Pak Natsir sebagai seorang negarawan terhormat, politikus yang luhun g, dan pejuang yang ikhlas. Dengan posisinya yang seperti itulah, Pak Natsir berjuang membangun tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak zaman kolonial Belanda, Mohammad Natsir –melalui tulisan-tulisannya-berjuang menentang penindasan, imperialisme, dan kolonialisme. Selanjutnya, di periode awal kemerdekaan, beliau membangun tata kehidupan politik baru.

Nama Mohammad Natsir, tidak mungkin dihapus begitu saja dari lembaran catatan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beliau pernah dipercaya sebagai Menteri Penerangan dan juga Perdana Menteri di zaman Presiden Soekarno. Tidak hanya itu, Pak Natsir harus kita akui, sangat besar jasanya dalam memulihkan Republik Indonesia menjadi Negara Kesatuan. Gagasan cerdas Pak Natsir memulihkan NKRI, melalui Mosi Integral Natsir, adalah jasa yang harus kita tempatkan pada proporsi yang tepat. Pendekatan yang manusiawi di antara fraksi-fraksi, tanpa satu orang atau satu kelompok pun yang merasa kehilangan muka, telah menggugah kesadaran semua anak bangsa, akan pentingnya keutuhan NKRI. Pak Natsir telah berhasil mengembalikan persatuan dan kesatuan NKRI dengan cara-cara yang sangat terhormat dan bermartabat. Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa Mosi Integral Natsir, merupakan prestasi gemilang dan monumental yang pernah dicapai oleh perlemen Indonesia.

Dalam kehidupan politik, kita dapat meneladani pemikiran, sikap dan tindakan Pak Natsir sebagai seorang demokrat. Dalam sistem multipartai yang ada pada saat itu, ketika Pak Natsir menjadi Perdana Menteri, sikap-sikap seorang demokrat dan negarawan di kedepankan, untuk menjaga keutuhan dan persatuan. Sejarah kemudian mencatat, bahwa jatuh bangunnya pemerintahan, pada saat usia pemerintahan masih sangat muda, telah mengajarkan kepada kita, tentang pentingnya kearifan, norma, etika, dan moral yang tinggi alam berpolitik. Sesungguhnya, dalam era keterbukaan dan demokrasi sekarang ini, kita selayaknya juga menampilkan sikap politik yang saling menghormati dan saling menghargai, sebagaimana dicontohkan oleh M. Natsir.

Pada kesempatan yang baik ini, saya mengajak saudara-saudara semua, untuk melakukan refleksi terhadap warisan keagamaan, intelektual, dan politik Mohammad Natsir. Marilah kita petik keteladanan, keikhlasan, dan semangat juang Pak Natsir. Saya yakin, perjalanan hidup Pak Natisr yang sangat terhormat dan sangat mulia tersebut, dapat memberikan inspirasi yang tidak pernah kering dalam menghadapi tantangan masa depan yang makin berat.

Pak Natsir, memang telah lama meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Namun, elan Vital dan semangat juang Pak Natsir, tidak akan pernah lapuk karena hujan dan tidak akan lekang karena panas. Dalam kaitan dengan itu semua, atas jasa dan perjuangan Pak Natsir, pada tahun 1998 pemerintah telah menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Adipradana kepada beliau.

Sebelum mengakhiri sambutan ini, sekali lagi saya ingin menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kerja keras segenap Panitia Penyelenggara Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, yang telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan seminar dan penulisan buku mengenai Pak Natsir. Saya berpesan kepada saudara-saudara, untuk mengkaji, menelaah, dan menggali peran sejarah Pak Natsir secara tepat dan benar. Teliti dan kajilah peran beliau, agar tidak terjadi kesalahpahaman, kesimpang-siuran, dan ketidaktepatan dalam menempatkan Pak Natsir dalam pentas sejarah nasional kita.

Kita pun mencatat, di dalam perjalanan sejarah bangsa kita, telah terjadi penilaian yang berbeda terhadap peran Pak Natsir, namun, kita tetap harus jernih, obyektif, dan jujur dalam membaca catatan sejarah Pak Natsir. Dengan cara itu, kita dapat memperoleh informasi yang akurat dan komprehensif tentang sejarah Pak Natsir pada dimensi sejarah yang tepat.

Demikianlah beberapa hal yang dapat saya kemukakan pada kesempatan yang baik ini. Marilah kita berdo’a ke hadirat Allah subhanahu wata’ala, semoga segala amal usaha, perjuangan, pengabdian, dan pengorbanan Pak Natsir, dicatat oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai amalah shalihah.

Semoga Allah subhanahu wata’ala, senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian. []

 

*Pidato tertulis Presiden Republik Indonesia pada Malam Peringatan Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir di Hotel Bidakara, Jakarta, 18 Juli 2008, dibacakan oleh Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia, Ir. Hatta Rajasa.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*