Memahami Konsep Persatuan Umat Menurut Mohammad Natsir

Oleh: Dwi Budiman Assiroji

Persatuan Ummat merupakan cita-cita seluruh kaum muslimin. Namun hingga kini Persatuan Ummat yang diidam-idamkan itu belum kunjung terwujud. Menghadapi fenomena tersebut, Mohammad Natsir pernah menulis satu buku kecil sebagai penjelasan tentang konsep Persatuan Ummat.

Dalam bukunya tersebut, ia mengawali pembahasan tentang Persatuan Ummat dengan satu kaidah, bahwa unsur penting dalam Persatuan Ummat adalah ukhuwah. Dan ukhuwah menurutnya hanya akan terwujud diantara orang-orang beriman saja. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al Hujurat ayat 10:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”

Dengan demikian, ukhuwah tidak dapat terwujud diantara orang-orang yang baru berIslam, tetapi belum beriman. Kondisi orang yang sudah berIslam tapi belum beriman ini, seperti teguran Allah Swt. kepada orang-orang Arab Badui yang baru masuk Islam dan mereka mengaku sudah beriman. Kemudian Allah tegur mereka, bahwa mereka baru berIslam, tapi belum beriman. Teguran ini termaktub dalam surat al Hujurat ayat 14:

۞قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّاۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُواْ وَلَٰكِن قُولُوٓاْ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ ٱلۡإِيمَٰنُ فِي
قُلُوبِكُمۡۖ وَإِن تُطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتۡكُم مِّنۡ أَعۡمَٰلِكُمۡ شَيۡ‍ًٔاۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ١٤

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: Kami telah beriman. Katakanlah: Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Tentu, yang dimaksud dengan belum beriman dalam ayat ini bukan berarti di dalam hati mereka tidak ada iman sama sekali. Iman sudah ada, karena itu mereka masuk Islam. Akan tetapi iman yang mereka miliki belum sempurna, sehingga mereka belum layak disebut sebagai orang yang beriman.

Demikianlah, kaum muslimin saat ini, bisa jadi sebagian dari mereka kondisi keimanannya masih seperti orang-orang Arab Badui yang Allah Swt. tegur dalam ayat di atas. Iman mereka belum sempurna.

Menurut Natsir, iman yang sempurna itu adalah:

Iman yang menjelma berupa ubudiyah yang tertib dan khusyu’ kepada Allah, dalam amal saleh, tingkah laku dan budi pekerti yang bermutu tinggi dalam pergaulan sehari-hari dengan sesama muslim khususnya dan sesama anggota masyarakat umumnya.

Keimanan yang meletakkan tuntunan Allah dan Rasul sebagai petunjuk dalam menentukan sikap dan langkah, bila berhadapan dengan tiap-tiap masalah duniawiyah dan ubudiyah.

Keimanan yang menjadikan si pemiliknya mampu untuk mengendalikan hawa dan nafsu, dan menempatkannya pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul, tempat memulangkan segala persoalan yang diperselisihkan. (M. Natsir, Mempersatukan Ummat, hal. 4)

Maka, ketika kita berkeinginan untuk mewujudkan Persatuan Ummat, tugas pertama kita adalah bagaimana menjadikan kaum muslimin menjadi orang-orang yang memiliki keimanan sempurna (beriman). Sehingga kemudian akan tumbuh di tengah-tengah orang beriman itu ukhuwah, rasa bersaudara yang sesungguhnya.

Natsir melanjutkan penjelasannya tentang Persatuan Ummat. Menurutnya hakikat dari Persatuan Ummat adalah persatuan hati orang-orang yang beriman, bukan semata-mata persatuan fisik. Dan tidak ada yang dapat mempersatukan hati, kecuali Allah Swt. sebagaimana firmanNya:

وَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡۚ لَوۡ أَنفَقۡتَ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا مَّآ أَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ
بَيۡنَهُمۡۚ إِنَّهُۥ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٦٣

“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana” (Al Anfal: 63)

Karena itu, usaha untuk mewujudkan Persatuan Ummat harus senantiasa disempurnakan dengan do’a kita kepada Allah Swt., agar Allah Swt. mempersatukan hati orang-orang yang beriman.

Sekalipun yang dapat mempersatukan hati itu hanyalah Allah Swt. namun sebagai manusia kita tetap harus berusaha agar hati kita menjadi dekat dan akrab, sebelum kemudian Allah Swt. persatukan.

Caranya, kata Natsir, sering-seringlah silaturrahim, berkumpul bersama, ngobrol dari hati ke hati, sehingga hubungan antar kita menjadi dekat dan terus menjadi semakin dekat. Dengan hubungan yang semakin dekat itu, maka semakin mudahlah hati kita untuk dipersatukan oleh Allah Swt.

Dari keimanan dan kondisi hati yang sudah bersatu itu, maka banyaknya wadah organisasi di tengah-tengah ummat bukanlah serta merta menjadi tanda perpecahan. Sebab kata Natsir, kondisi Indonesia yang demikian luas, dengan beragam suku, bahasa dan terdiri atas ribuan pulau itu, menjadikan banyaknya wadah organisasi menjadi satu keniscayaan.

Yang penting kata Natsir, semua pimpinan dan anggota dari wadah organisasi itu memiliki tujuan yang sama sebagai ummat Muhammad. Maka banyaknya wadah organisasi itu tidak akan menyebabkan perpecahan, melainkan akan memunculkan perlombaan dalam kebaikan. Sebagaimana Allah Swt berfirman:

وَلِكُلّٖ وِجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَاۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan.” (Al Baqoroh: 148)

Karenanya, Natsir menjelaskan bahwa perpecahan tidaklah timbul karena banyaknya wadah organisasi, melainkan karena berubahnya tujuan. Dari semula menanam hubbul llah dan Mukhafatullah (cinta dan takut kepada Allah) menjadi hubbul jaah wa hubbul maal dan karahiyatul maut (cinta kedudukan dan harta serta takut mati).

Dari semula da’wah ilallah (menyeru kepada Allah) menjadi da’wah ilaihi nafsi (menyeru untuk dirinya sendiri). Akhirnya munculah ananiyah, egoisme. Inilah yang menyebabkan perpecahan itu, bahkan dalam satu wadah organisasi sekalipun. Wa iyyadzu billah.

Persatuan Ummat juga bukan berarti tiadanya perbedaan pendapat. Sebab sebagai mahluk yang memiliki akal, perbedaan pendapat itu adalah satu kemestian. Natsir menyebutnya dengan berbeda faham dalam kejujuran (honest differences of opinion).

Yang harus kita lakukan jika terjadi perbedaan pendapat seperti ini adalah, mengembalikan perbedaan pendapat itu kepada Allah Swt. dan RasulNya Saw. Sebagaimana perintah Allah Swt. dalam
surat an Nisaa ayat 59:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي
شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ
تَأۡوِيلًا ٥٩

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

Hanya saja, yang perlu diingat, menurut Natsir, dalam proses mengembalikan perbedaan pendapat itu kepada Allah Swt. dan RasulNya Saw. diperlukan sikap jujur dan sabar dari semua pihak. Jangan sampai usaha untuk menyelesaikan perbedaan pendapat itu ditunggangi oleh hawa nafsu.

Sebab jika ditunggangi hawa nafsu maka akan muncul pertengkaran, saling menyalahkan dan saling ejek-mengejek.
Natsir kemudian memberikan beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk memulai usaha mempersatukan ummat ini. Yaitu:

1. Melakukan introspeksi diri dari penyakit tafarruq dan ananiyah dan jika ada membersihkannya.
2. Berinisiatif dan aktif dalam meningkatkan silaturrahim dan memperkuat tali ukhuwah.
3. Memperbanyak tukar fikiran dan interaksi secara informal dengan senantiasa menggunakan akhlaqul karimah guna mewujudkan kesatuan hati dan fikiran.
4. Mulai mewujudkan musyawarah-musyawarah antar pimpinan wadah organisasi
guna menghadapi masalah bersama.

Terakhir, Natsir mengingatkan bahwa mempersatukan ummat adalah proyek besar yang memerlukan proses panjang dan rumit. Karena itu diperlukan kesabaran dalam menjalankannya. Buah dari usaha mempersatukan ummat itu tidak akan muncul dengan segera, ia akan muncul perlahan dan lama. Sebagaimana satu benih pohon yang menumbuhkan pokok, batang, ranting, bunga, baru kemudian berbuah. []

(Disadur dari buku Mempersatukan Ummat karya M. Natsir)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*