Dr. Imam Zamroji, M.A Ajak Mahasiswi Mengenal Lebih Dalam Kata Kunci pada Sosok Mohammad Natsir

STIDNATSIR.AC.ID – Kamis (20/09) ba’da shubuh hari ini, seperti biasa Bidang Karakter STID Mohammad Natsir Jakarta menyelenggarakan kajian mingguan yang dilaksanakan setiap hari kamis. Kajian yang dilaksanakan di Masjid Nauroh Abdurrahman yang terletak di Jl. Mandor Hasan No. 45 Jakarta Timur itu diikuti oleh hampir seluruh mahasisiwi STID Mohammad Natsir.

Pemateri kajian kali ini adalah Dr. Imam Zamroji, M.A ia memaparkan secara lugas terkait tema yang diangkatnya yaitu “Rijâlul Dakwah”. Di awal materi, ia menyebutkan tiga orang nama pendiri Dewan Dakwah sekaligus pendiri Negeri Indonesia ini, diantaranya ialah: Bapak Mohammad Natsir, Mr. Syafruddin Prawira Negara, dan Prof. Dr. Rasyidi.

Pada materinya kali ini ia mengupas tentang kata kunci yang ada dalam sosok Mohammad Natsir. Kata kunci tersebut adalah bahwa Mohammad Natsir adalah seorang Dai, Pendidik, Proklamator NKRI, Ketua Masyumi, juga Pendiri sekaligus Ketua Dewan Dakwah.

“Bagi Pak Natsir menjadi Dai adalah sebuah pilihan.” Terang Dr. Imam Zamroji, M.A dengan gaya bahasa khas beliau.

”Pak Natsir adalah sorang Da’i yang Politisi, bukan seorang Politisi yang Da’i. Orang sering kali berbicara tenteng ketokohan Moh. Natsir baik kawan maupun lawan, di dalam negeri maupun luar negeri. Namun sangat disayangkan, orang-orang banyak yang gagal menemukan kata kunci sungguhnya, bahwa Mohammad Natsir adalah seorang Da’i, pun ia mengakhiri perjalanan hidupnya sebagai seorang Da’I.” Lanjutnya dengan lugas.

Dalam kajiannya itu, ia mengajak seluruh mustami’ untuk mengenang sekaligus mengambil teladan dari perjuangan Mohammad Natsir. Salah satunya dengan kembali mengisahkan bahwa ketika baru saja tamat SLTA, Mohammad Natsir pernah dihadapkan dengan suatu pilihan, yaitu antara menerima beasiswa dari Belanda atau melanjutkan kuliah didalam Negeri.

Maka akhirnya Mohammad Natsir memilih untuk menolak tawaran beasiswa dari Belanda tersebut. Dr. Imam menyebutkan tiga alasan Mohammad Natsir menolak beasiswa tersebut yaitu bahwa Moh. Natsir harus membela Islam, harus belajar Ilmu-ilmu Agama, juga harus mencari seorang guru Agama.

Moh. Natsir memutuskan untuk memilih menjadi seorang Da’i, sedang kala itu Moh. Natsir baru saja lulus dari SMA. “Menjadi Da’i adalah sebuah pilihan!.” Kata Dr. Imam dengan tegas.

“Bagi orang-orang, keputusan Mohammad Natsir ini mungkin adalah keputusan yang sangat konyol. Namun itulah Moh. Natsir ia lebih memilih Agamanya ketimbang menerima beasiswa dari Penjajah Belanda kala itu.” Tuturnya.

Kajian kamis itu berlangsung kurang lebih satu jam. Para mahasiswi tampaknya kembali dibuat kagum tehadap sosok Mohammad Natsir. Dr. Imam kembali menyampaikan bahwa perlunya meneladani sosok Mohammad Natsir terutama bagi seorang Da’i.

Diakhir katanya Dr. Imam Zamroji menuturkan bahwa Moh Natsir walau ia bukan lulusan pesantren, akan tetapi ia selalu memegang kata kunci “Bertakwalah kepada Allah, dan Allah akan mengajarkanmu.”

Kemudian Dr. Imam menyimpulkan ,”Ilmu tak dapat dipisahkan dari takwa, karena ilmu adalah sabîlul khosyah, jalan menuju rasa takut!. Karena kecintaanya kepada Islam lah yang menjadikan ia bangkit kemudian sampai terlibat dalam kemerdekan Indonesia ini.” [Yusi]

Reporter: Yusi

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*