Sampaikan Orasi Ilmiah, Dr. Daud Rasyid, MA: Jadilah Da’i Sekaligus Ilmuwan

STIDNATSIR.AC.ID – Antara Islam dan ilmu pengetahuan hampir tidak pernah terpisah. Dari zaman Rasulullah, sinergi ilmu berjalan bergandengan dengan semestinya.

Dr. Daud Rasyid, MA memaparkan dalam orasi ilmiahnya mengenai Islam yang mendudukan Ilmu sebagai sesuatu yang mulia.  Dalam kalamullah dijelaskan tidak sama orang yang memiliki pengetahuan  dengan yang tidak memiliki ilmu pengetahuan.

Para sahabat, kata Dr. Daud Rasyid, dalam waktu yang sama menjadi da’i sekaligus ulama. Hampir seluruh sahabat menjadi sumber-sumber ilmu meski mereka memiliki tingkat yang berbeda-beda.

“Ini menjelaskan bahwa antara ilmu dan ad-Din tidak pernah terpisah secara turun-temurun dan tidak dapat dijumpai pada agama di luar Islam,” ungkapnya.

Menurut beliau, Islam begitu memuliakan ilmu. Ada satu ungkapan Rasulullah yang mengatakan “Marhaban bi tholibil ilmi” membuktikan hal tersebut. Bahkan, para ilmuwan terkagum dengan produk pengetahuan Islam.

Tidak ada yang bisa menandingi manuskrip Islam. Tidak ada yang bisa menandingi bahasa Arab dalam Islam. Tidak perlu mencontoh bangsa Barat. Karena sesunguhnya merekalah yang mencontoh Islam. Hal ini dapat dilihat pada istilah “college” yang berasal dari bahasa Arab “kulliyyah”.

Islam membawa perubahan bagi bangsa-bangsa Eropa. Islam melahirkan pemikir-pemikir bidang kemanusiaan di setiap zaman. “Anda bisa lihat bentuk-bentuk Universitas di Barat. Dari kejauhan persis seperti kubah masjid,” ucap Dr. Daud dalam acara wisuda ke-VIII STID Mohammad Natsir, Sabtu (6/10).

Konsep berpikir tajribi (eksperimen) dalam Islam dapat mengalahi konsep pemikir filsafat barat dengan diskusi dan dialektif yang dilakukan oleh Yunani dan kaum intelek Yunani menyadari hal tersebut.

Terjadi sesuatu yang terbalik. “Kita punya emas diambil dan kita mengambil besi, mereka menjajah ke seluruh negara Muslim tak terkecuali negara Asia Tenggara, Indonesia. Dari sinilah masuk paham-paham termasuk sekularisme,” papar Dr. Daud mengundang decak kagum peserta yang memadati Aula Lantai 2 Masjid Al-Furqon Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Jakarta itu.

Kekuasaan adalah kekuatan paling efektif untuk melakukan perubahan. Pihak yang terjajah cenderung tergantung pada pihak yang menjajah. “Ilmuwan yang dijajah bisa lebih ekstrim daripada yang menjajah,” tambah beliau pada pagi menjelang siang itu.

Di akhir orasi, beliau berpesan bahwa sebagai wisudawan dan wisudawati STID Mohammad Natsiryang mencetak da’i dan ilmuwan secara bersamaan, harus menumbuhkan ikhlas dan tajahud, Assaqofah (kelimuwan) jangan mencukupkan semata-mata ilmu dan buku yang anda pelajari di kampus. Khas STID Mohammad Natsir adalah da’wah. Maka, tingkatkan kemampuan dalam berda’wah; khitobah dan kitabah. Ingat “Alwâjibat aktsar minal awqôt” Tugas lebih banyak daripada waktu yg tersedia.

Beliau kemudian mengajak para hadirin untuk mengembalikan metodologi kepada manhaj salaf yaitu kembali kepada manhaj yang ditinggalkan Rasulullah. Manhaj yang melahirkan para mujtahidin. []

Reporter: Nuha Bilqisti

Editor: Faris Rasyid

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*