STID Mohammad Natsir Perkenalkan Program Kelas Jurnalis Profesional, Ini Kesan Mahasiswa Angkatan Pertama

STIDNATSIR.AC.ID – Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir memperkenalkan program kelas baru, Kelas Khusus Wartawan Profesional Pejuang pada Ahad (11/07/2021), dalam rangkaian acara Webinar Menyongsong 113 Tahun Mohammad Natsir.

Melalui Aplikasi Zoom Conference dan siaran langsung Channel YouTube Dakho TV, para mahasiswa dan segenap civitas da’wah antusias dalam mengikuti agenda webinar sesi kedua dengan tema, “Malam Kenal Program Kelas Jurnalis Profesional (Strata Satu)”.

Adapun pembicara pada malam ini yaitu Dr. Adian Husaini, M.Si, selaku Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, bersama Dr. Dwi Budiman Assiroji, M.Pd.I., selaku Ketua STID Mohammad Natsir. Hal yang menarik pada webinar malam ini yaitu hadirnya dua narasumber yang berasal dari kelas jurnalis. Tidak hanya sebagai mahasiswa saja mereka juga seorang penulis buku, yaitu Fatih Madani dan Azzam Habibullah. Hadirnya mereka dalam webinar pada malam itu, untuk berbagi kisah dan pengalaman menjadi mahasiswa perdana STID Mohammad Natsir di kelas jurnalistik.

Berita terkait : Peringati 113 Tahun Mohammad Natsir, Dewan Da’wah Gelar Webinar Selama Sepekan

Webinar diawali dengan pengenalan profil singkat STID Mohammad Natsir oleh Dr. Dwi Budiman Assiroji. Di antara penjelasan yang dikemukakan oleh beliau mengenai tujuan didirikannya STID, legalitas kampus, struktur pemimpin dan sebagainya.

Ketua STID Mohammad Natsir, Dr. Dwi Budiman Assiroji, M.Pd.I saat menyampaikan profil Kampus STID Mohammad Natsir

Lahirnya STID Mohammad Natsir merupakan harapan para tokoh Dewan Da’wah sebagaimana pada instansi terdahulu seperti LPDI (Lembaga pendidikan Da’wah Islam) dan AKBAR (Akademi Bahasa Arab), dengan sebuah tujuan menjadi wahana kaderisasi da’i ilallah yang memiliki mental profesional dan mujahid da’wah, serta meneladani sosok Pak Natsir yang  menghabiskan seluruh usianya di jalan da’wah.

STID Mohammad Natsir telah teruji selama 20 puluh tahun, dan berhasil dalam mengader para da’i. Hal ini terbukti dari struktur pimpinan yang terdiri dari para alumninya sendiri.

“STID (Mohammad Natsir) adalah salah satu Universitas terbaik yang ada di Indonesia” tutur Ketua Umum Dewan Da’wah, Dr. Adian Husaini. Ia menyampaikan bahwa Pak Natsir tidak mengenyam pendidikan formal yang tinggi, namun beliau menjalani proses pendidikan tinggi yang ideal. Hal ini berkaitan dengan penamaan Universitas di setiap kampus. Di mana Universitas hanya dapat digunakan pada kampus yang memiliki jurusan dan fakultas yang banyak. Kendati demikian, Islam telah menggunakan Universitas pada kata Jaami’ah atau Kulliyyah, yaitu tempat mendidik agar seseorang memiliki sifat Kulli / Jami’ (memiliki cara berfikir yang luas). Karena tujuan didirikannya STID adalah untuk melahirkan manusia-manusia yang bermanfaat.

Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Indonesia, Dr. Adian Husaini, M.Si saat menyampaikan materinya

Mengutip perkataan dari bapak NKRI, “Ada tiga pilar umat ini; masjid, pesantren dan kampus”. Maka STID mengarahkan agar mahasiswa kelas wartawan tetap berkiprah dalam kegiatan da’wah. Dengan harapan tercetaknya wartawan dengan mental profesional dan mau berjuang untuk da’wah.

Kelas jurnalis non beasiswa ini sudah memiliki tujuh mahasiswa yang menjadi angkatan pertama, dan masih dibuka pendaftaran bagi mahasiswa dan mahasiswi yang ingin menyelami ilmu jurnalistik.

“Jika menginginkan anak berhasil, maka harus melihat siapa guru yang membimbingnya” ujarnya. Meneladani suksesnya pak Natsir yang tentu di belakangnya terdapat guru yang hebat, Dr. Adian mendorong putranya, Fatih Madini, untuk menjadi mahasiswa STID kelas Jurnalis Profesional Pejuang.

Dalam webinar ini, Fatih Madini menjelaskan terkait urgensi menulis dalam konteks da’wah. Di antara motivasinya menjadi seorang penulis adalah mengingat pesan seorang sastrawan internasional, Taufik Ismail, yang risih terhadap tradisi membaca dan tulis menulis yang mulai berkurang. Padahal idealnya, setiap siswa memiliki waktu 4 jam/pekan selama kurun waktu 3 tahun untuk membaca 30 hingga 40 judul buku.

Mahasiswa Kelas Khusus Wartawan Profesional Pejuang, Fatih Madini saat membagikan pengalamannya kuliah di STID Mohammad Natsir

Begitu pun yang dilakukan Pak Natsir ketika hendak ujian, beliau diwajibkan membaca 10 sampai 30 judul buku dalam satu mata pelajaran. Fatih mengatakan, “Sehingga dalam konteks da’wah, tradisi tersebut sangat relevan diterapkan oleh para pemuda muslim”.

Terlebih sudah banyak anak muda yang menguasai berbagai media sosial yang memiliki pengaruh besar dalam menebar kebermanfaatan berupa tulisan kepada umat.

“Di samping mengkaji ilmu agama, alhamdulillah STID mengamahkan kami untuk menerbitkan buku, mengirim satu artikel per hari, dan diajarkan teori dan teknik penulisan serta etika jurnalis sekaligus diberi wadah untuk praktik”, ungkap anak ke lima Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Ia pun membagikan pengalamannya menjadi mahasiswa kelas jurnalis. Rekan mahasiswanya di kelas jurnalistik yang menjadi pembicara pada malam itu pun ikut berbagi seputar pengalamannya,  Azzam Habibullah bercerita mengenai pengalamannya yang pernah menjadi perwakilan Indonesia untuk mempresentasikan satu projek sosial di Amerika pada tahun 2017, selain itu ia merupakan seorang motivator dan murid dari Dr. Adian Husaini, M.Si selama berada di pesantren At-Taqwa.

Mahasiswa Kelas Khusus Wartawan Profesional Pejuang, Azzam Habibullah saat membagikan pengalamannya kuliah di STID Mohammad Natsir

Azzam menyampaikan tentang prinsip yang ia terapkan. “mahasiswa bukan besar karena kampusnya, tapi kampus harus besar karena mahasiswanya”. Ia juga menjelaskan bahwa masa depan Indonesia tidak akan menjadi nyata, jika anak muda terombang ambing dengan fikiran yang terkotori.

Mengakhiri pembicaraannya pada malam itu, Azzam memaparkan bahwa kerancuan aqidah yang terjadi saat ini begitu penting untuk diatasi, maka peran STID patut didukung. Karena STID tidak hanya menanamkan akhlak yang baik kepada mahasiswanya, tetapi juga bagaimana agar mahasiswanya memiliki pemikiran yang cerdas.

“STID benar-benar mencita-citakan agar tidak hanya melahirkan manusia-manusia pencari gelar semata, yang paling penting adalah keselamatan aqidah dan pejuang da’wah”. tutup Ketua Dewan Da’wah dalam webinar malam itu. [Hielwa/MARWAH]

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*