Keluarga Da’wah (Bagian 2)

Oleh : Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA (Dosen Tetap STID Mohammad Natsir)

وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat,” (QS. Asy-Syu’ara’:  214)

Keluarga mendapat perhatian yang luar biasa saat dakwah baru terbit di pelataran jazirah yang tandus. Islam laksana air, diguyurkan secepat mungkin agar debu-debu kekafiran tidak terus berterbangan dan menempel menutup jiwa-jiwa Rabbani.

Keluarga menjadi laksana kebun percontohannya, karena ia adalah kerabat terdekat Rasulullah. Ujian pertama harus terlaksana, karena ia adalah uswah bagi pertumbuhan keluarga-keluarga cikal bakal masyarakat Islam.

Jika Rasul dengan kesendirianya adalah ibarat syajarah (pohon), keluarga adalah akar dan daunya. Di bawahnya kehidupan menunggu kedamaian dari rindangnya daun, dan sekaligus duduk-duduk di atas akar yang menghujam di bumi menyerap airnya. Begitulah lembaga keluarga, melindungi nilai Ilahiyah dengan cara hidup di dalamnya.

Imam Ibn Katsir menampilkan banyak peristiwa di sekitar turunya ayat di atas, yang dapat kita jadikan dasar tentang urgennya keluarga menjadi media atau sarana dalam dakwah. Rasulullah memberikan perhatian itu dalam berbagai kesempatan, semaksimal mungkin. Karena keluarga adalah bentuk terkecil dari ‘amal jamai’ (amal kelompok) yang sangat diperlukan dalam pergerakan perubahan.

Berikut hadist-hadist yang memberikan perhatian terhadap ayat di atas, bisa menjadi bahan renungan bagaimana keberadaan keluarga adalah sarana tumbuh dan berkembangnya dakwah Islam,

Pertama, perhatian Rasul menginisiasi pertemuan keluarga besar

تَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّفَا فَصَعِدَ عَلَيْهِ، ثُمَّ نَادَى: “يَا صَبَاحَاهُ”. فَاجْتَمَعَ النَّاسُ إِلَيْهِ بَيْنَ رَجُلٍ يَجِيءُ إِلَيْهِ، وَبَيْنَ رَجُلٍ يَبْعَثُ رَسُولِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، يَا بَنِي فِهْرٍ، يَا بَنِي لُؤَيٍّ، أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِسَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ، تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، صَدَّقْتُمُونِي؟ “. قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: “فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٌ شَدِيدٍ”. فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ سَائِرَ الْيَوْمِ، أَمَا دَعَوْتَنَا إِلَّا لِهَذَا؟ وَأَنْزَلَ اللَّهُ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ}

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam datang ke Bukit Safa, lalu menaikinya dan berseru, “Hai orang-orang yang ada di pagi hari ini!” Maka orang-orang berkumpul di hadapannya, ada yang datang langsung dan ada yang hanya mengirimkan orang suruhannya. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berseru: “Hai Bani Abdul Muttalib, hai Bani Fihr, hai Bani Lu-ay, bagaimanakah menurut kalian seandainya kuberitakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda musuh di lereng bukit ini hendak menyerang kalian, apakah kalian akan percaya kepadaku?” Mereka menjawab, “Ya, kami percaya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang keras.” Maka Abu Lahab berkata, “Celakalah kamu sepanjang hari ini, apakah engkau memanggil kami untuk tujuan ini?” Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa” (QS. Al-Lahab: 1), hingga akhir surat. (HR. Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Turmuzi serta Imam Nasai)

Kedua, menyapa dan melibatkan anak dalam pusaran dakwah.

قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “يَا فَاطِمَةُ ابْنَةَ مُحَمَّدٍ، يَا صَفِيَّةُ ابْنَةَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، لَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، سَلُونِي مِنْ مَالِي مَا شِئْتُمْ”.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Hai Fatimah binti Muhammad, hai Safiyyah binti Abdul Muttalib, hai Bani Abdul Muttalib, aku tidak mempunyai kekuasaan apapun bagi kalian terhadap Allah, mintalah kepadaku dari harta milikku sesuka kalian.” (HR. Imam Muslim).

Bacaan terkait : Keluarga Da’wah (Bagian 1)

Ketiga, menyeru secara kelompok keluarga (kabilah) .

دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [قُرَيْشًا]، فعمَّ وخصَّ، فَقَالَ: “يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ. يَا مَعْشَرَ بَنِي كَعْبٍ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ. يَا مَعْشَرَ بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ. يَا مَعْشَرَ بَنِي هَاشِمٍ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ. يَا مَعْشَرَ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ النَّارِ. [يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ، أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنَ النَّارِ] ، فَإِنِّي -وَاللَّهِ -مَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا أَنَّ لَكُمْ رَحمًا سأبُلها بِبلالها”.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyeru orang-orang Quraisy secara umum dan khusus, lalu beliau bersabda, “Hai golongan orang-orang Quraisy, selamatkanlah diri kalian dari neraka. Hai golongan orang-orang Bani Ka’b, selamat­kanlah diri kalian dari neraka. Hai golongan orang-orang Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari neraka. Hai golongan orang-orang Bani Abdul Muttalib, selamatkanlah diri kalian dari neraka, Hai Fatimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari neraka. Karena sesungguhnya aku demi Allah, tidak mempunyai kekuasaan apa pun bagi kalian terhadap Allah melainkan hanya kalian mempunyai tali persaudaraan denganku yang mengikatku dengan kalian.”

Keempat, selalu menekankan keaktifan dalam memberi pesan kepada anggota keluarga.

صَعد رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَضْمَةً مِنْ جَبَلٍ عَلَى أَعْلَاهَا حَجَرٌ، فَجَعَلَ يُنَادِي: “يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، إِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ، إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ كَرَجُلٍ رَأَى الْعَدُوَّ، فَذَهَبَ يَرْبَأُ أَهْلَهُ، يَخْشَى أَنْ يَسْبِقُوهُ، فَجَعَلَ يُنَادِي وَيَهْتِفُ: يَا صَبَاحَاهُ”.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menaiki sebuah tumpukan batu besar yang ada di puncak sebuah bukit, lalu berseru, “Hai Bani Abdu Manaf, sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan, dan sesungguhnya perumpamaan diriku dan diri kalian adalah bagaikan seorang lelaki yang melihat kedatangan musuh, lalu ia memberikan peringatan dini kepada kaumnya agar jangan kedahuluan oleh musuh. Untuk itu ia berseru dengan sekuat suaranya, “Awas serangan musuh!” (HR. Imam Muslim, dan Imam Nasai)

Kelima, menyikapi keluarga dengan telaten, dari yang paling sederhana.

جَمَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَاجْتَمَعَ ثَلَاثُونَ، فَأَكَلُوا وَشَرِبُوا قَالَ: وَقَالَ لَهُمْ: “مَنْ يَضْمَنُ عَني دَيْنِي وَمَوَاعِيدِي، وَيَكُونُ مَعِي فِي الْجَنَّةِ، وَيَكُونُ خَلِيفَتِي فِي أَهْلِي؟ “. فَقَالَ رَجُلٌ -لَمْ يُسَمِّهِ شَرِيكٌ -يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْتَ كُنْتَ بَحْرًا مَنْ يَقُومُ بِهَذَا؟ قَالَ: ثُمَّ قَالَ الْآخَرُ، قَالَ: فَعَرَضَ ذَلِكَ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، فَقَالَ عَليٌ: أَنَا

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan semua ahli baitnya, sehingga terkumpullah sebanyak tiga puluh orang, lalu mereka diberi jamuan makan dan minum. Ali melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi Shallallahu’ alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka, ”Siapakah (di antara kalian) yang sanggup untuk menjamin keselamatan agama dan janji-janjiku? Maka kelak ia akan bersamaku di dalam surga dan menjadi penggantiku di kalangan keluargaku.” Maka ada seorang lelaki —yang tidak disebutkan namanya oleh Syarik— berkata, “Wahai Rasulullah, engkau adalah orang yang lebih mengerti siapa yang dapat mengemban tugas ini.” Lalu ada lelaki lain yang menjawab hal yang sama sebanyak tiga kali. Akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menawarkan hal tersebut kepada ahli baitnya, lalu Ali berkata, “Saya.” (Dari Imam Ahmad)

Beberapa kisah di atas menggambarkan bagaimana Rasulullah menanamkan Islam melalui pribadi-pribadi anggota keluarga. Diulang dan diulang, dikelompokkan dari yang besar dan disisir ke kelompok yang lebih kecil. Tak mudah dan ada tantangan, tapi terus dilakukan. Karena secara hirarki sosial, keluarga adalah pondasi dasar dalam pengembangan gerakan perubahan.

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ}

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu. tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (QS. Al-Maidah: 67)

Islam masih akan terus memerlukan keluarga kita, mengambil bagian dalam dakwah ini. Laksana laboratorium bagi pengembangan benih baru, bagi penghijauan alam yang semakin merana dengan fenomena bencana. Cek ulang! Semoga keluarga kita masih dalam trayek yang benar, jalur dakwah Islamiyah yang menyelamatkan.

Pondok Ranggon, 1/10/21

Sumber gambar : suarainqilabi

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*