Keluarga Da’wah (Bagian 1)

Oleh : Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA (Dosen Tetap STID Mohammad Natsir)

 

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim : 6).

Konsep keluarga itu membentang panjang sampai batas kehidupan dan tersambung dengan kehidupan setelahnya (akhirat). Sangat komprehensif, bentuk aktualisasi dari iman kepada Allah dan hari akhir. Maka sejak keluarga itu dibangun dengan ijab dan qabul, sejatinya ia adalah timbang terima amanah.

Sebagaimana tergambar dalam pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat peristiwa Haji Wada, Haji perpisahan yang sangat menggetarkan jiwa orang-orang beriman,

“اتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ، وَإِنَّ لَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ، فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ”

Bertaqwalah kepada Allah dalam masalah wanita, karena kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka yaitu, mereka tidak boleh memasukkan seorang pun ke dalam tempat tidur kalian; orang yang kalian benci. Jika mereka melakukannya maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak berbekas. Hak mereka atas kalian adalah agar kalian memberi rezeki dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik“. (HR. Muslim)

Kompilasi Hukum Islam sebagai dasar konstitusi di NKRI dalam hal perkawinan umat Muslim juga mengatakan, dalam Pasal 2 dan 3 yang berbunyi “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Pernikahan diposisikan sebagai sarana ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , bukan sekedar dipahami sebagai bentuk perikatan karena sama-sama senang, saling mencintai ataupun saling mewarisi. Lembaga pernikahan adalah bentuk lain dari bangunan yang bernama Rumah Tangga. Di dalamnya terdapat konsep kehidupan sebagai terjemahan dari miitsaaqan ghaliizhan (akad yang sangat kuat).

Baca juga : Menunggu Bidadari di Kepulauan Aru

Didalam akad tersebut ada dialog, menegosiasikan perencaanaan atas tujuan yang mulia, beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Negosiasinya didasarkan atas iman, sebagai titik tolak membangun rumah tangga itu. Di mana titik tolaknya adalah iman. Di mana iman tersebut, menetralkan ambisi, kesombongan, ananiyah dan berbagai virus duniawi yang merusak kepribadian.

Mengapa perlu dinetralisir? Tujuannya jelas! Agar roda rumah tangga menggelinding ke garis edar yang tepat di jalan Allah swt. Jalur edar yang akan dapat menjadi motor penggerak yang menstimulus perubahan kondisi yang semakin baik, sebagaimana yang digambarkan Baginda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ,

إِنَّ اللهَ إِذَا ارَادَ بِاهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِم الرِّفْقَ

Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan bagi sebuah keluarga maka Allah akan memasukan kelembutan kepada mereka” (HR Ahmad dan dishahikan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 523)

Kelembutan itulah jalan dakwah yang bisa diperankan oleh lembaga keluarga. Karena lembaga keluarga sejatinya adalah laboratorium, di mana orang tua memproses anak-anaknya menjadi semakin baik. Operatornya kedua orang tuanya, yang tidak sekedar berperan sebagai sopir, tapi juga memposisikan dirinya sebagai penumpang di dalam kendaran keluarga tersebut.

Seperti imam dan muadzin, harus seiring, mengomando Shalat sebagai ibadah puncak dalam kehidupan berumah tangga. Seperti doa nabiyullah Ibrahim ‘alaihi salam, menghadapi situasi genting karena harus berpisah,

رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ

” . . . ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, . . .” (QS. Ibrahim, 37)

Benar kalo begitu, memang keluarga itu sejatinya adalah media untuk melaksanakan perintah Allah subhanahu wa Ta’ala , dan karena itu menjadi sah sebutan “Keluarga Dakwah”.

Pondok Ranggon, 30/9/21
Dai Kampung Kota

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*