MOHAMMAD SIDDIK DAN RISET DA’WAH (Sebuah Apresiasi atas Kepeduliaannya)

Oleh: Muhsin MK.

Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyararakat (LIPPM), didirikan untuk kajian dan riset da’wah. Mohammad Siddik, termasuk yang peduli. Ini bukan karena kedekatan beliau pada M. Natsir sebagai salah satu Dewan Penyantunnya. Apalagi beliau termasuk salah satu kader andalannya dari generasi kedua Masyumi setelah membubarkan diri. Bukan pula karena beliau dekat dengan Dr. Deliar Noer, sebagai Direktur dan seniornya. Keduanya sama sama alumni Universitas Nasional (UNAS). Melainkan, karena beliau termasuk yang memandang penting riset dalam dan untuk da’wah.

Karena itu, Siddik mendukung keberadaan LIPPM. Dukungannya dapat dilihat dalam tiga aspek.

Pertama, saat beliau mendapat tugas ke luar negeri. Hampir semua bukunya dihibahkan ke LIPPM. Hal ini menambah buku-buku yang ada di Perpustakaan LIPPM. Nurhasan Junaidi, Penanggung Jawab Perpustakaan (PJ) di LIPPM yang berusaha memelihara buku-buku itu, dan buku-buku lainnya. Buku-bukunya menjadi bahan kajian staf riset di LIPPM dan diskusi.

Kedua, beliau termasuk yang membantu mencarikan dana untuk mendukung operasional LIPPM.

Ketiga, saat berada di Indonesia beliau singgah di LIPPM dan berbincang dengan pimpinan dan stafnya.

Sebagai salah satu staf riset LIPPM, penulis lama kelamaan mengenal baik dirinya. Demikian pula dengan adik-adiknya, khususnya Mohammad Noer. Dengannya pertama kali kenal di HMI. Waktu itu ia menjabat Sekretaris HMI Cabang Jakarta. Khususnya saat Dr. Ir. Imaduddin Abdurrahim M.Sc, mengadakan Latihan Mujahid Da’wah (LMD) di Salman Bandung. Kami sama-sama sebagai pesertanya.

Biasa jika berjumpa dengan M. Sidik, sebagai junior memanggilnya abang. Sama halnya dengan memanggil Allahuyarham Husein Umar, juga memanggilnya abang. Ini panggilan akrab di kalangan aktivis PII dan HMI.

Saat Direktur LIPPM berganti, dari Deliar Noer kepada Dr. Anhar Harjono SH,, M. Siddik masih tetap singgah di sela sela kesibukannya di luar negeri. Setelah M. Natsir meninggal dunia, membuat nasib LIPPM mengalami perubahan. Aktifitas riset da’wah tidak berjalan seperti sebelumnya. Masalah pendanaan termasuk penyebabnya mengalami penurunan.

Setelah A. Harjono menjadi Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat, lalu LIPPM diintegrasikan ke dalamnya. LIPPM kemudian dilebur menjadi Biro Riset Dewan Da’wah. Tiga stafnya yang ditugaskan mengelolanya. Yakni, Ramli Hutabarat sebagai Ketua Biro. Muhsin MK (penulis) sebagai Wakil Ketua. Nurhasan Junaedi sebagai sekretaris. Kegiatan riset da’wah pada biro ini pernah sekali dilaksanakan, yakni di daerah Lampung Tengah.

Ketika M. Siddik sengaja bertemu dengan staf Biro Riset, beliau sempat berdiskusi masalah riset da’wah seperti yang dilaksanakan di LIPPM. Beliau tetap mempunyai perhatian besar tentang pentingnya riset da’wah dalam menunjang kegiatan Dewan Da’wah. Beliau selalu memberikan motivasi agar kegiatan riset da’wah tetap dihidupkan, seperti pada masa LIPPM ada. Namun harapan beliau itu tidak dapat diwujudkan. Karena Dewan Da’wah selepas pasca M. Natsir telah mengalami perubahan.

Apalagi pada masa itu situasi politik nasional juga sedang berubah. Sehingga masalah da’wah politik yang menjadi prioritas. Ramli dan penulis pun telah dilibatkan sebagai pembantu teknis dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang dibentuk Dewan Da’wah bersama ormas-ormas Islam lainnya.

Setelah reformasi dan terjadinya perubahan pemerintahan, termasuk juga Dewan Da’wah. Ramli sibuk menjadi dosen UI dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terakhir ia menjadi Guru Besar (Prof), dan Pejabat Tinggi di Departemen Kehakiman RI.

Penulis pun aktif dan dilibatkan dalam struktur Kompak (Komite Penanggulangan Krisis) sebagai Wakil Bendahara. Ia kerap mendapat tugas pengiriman bantuan ke daerah. Terakhir ia ditugaskan sebagai Ketua Tim Bantuan Kemanusiaan ke Maluku Utara pada saat terjadi kerusuhan. Kemudian setelah ia membantu mengurus Visa Syekh Ahmad Alamudi dari Saudi Arabia, lalu diminta sebagai Humas (Hubungan Masyarakat) Yayasan Al Haramain Al Islamiyah.

Nurhasan Junaedi setelah pindah rumah ke Sukabumi, lebih banyak berda’wah dalam masyarakat hingga wafat. Praktis staf dari LIPPM yang masih aktif di Dewan Da’wah hingga kini, antara lain: Hj. Yayuk, di Biro Haji, Prof. Dr. H. Asep Jayanegara, dan H. Asri sebagai staf administrasi.

Pada waktu penulis menjadi dosen STID, pernah sekali berjumpa dengan M. Siddik. Beliau kembali menyampaikan perhatian dan keperduliannya tentang riset da’wah. Katanya, “Cobalah saudara Muhsin, kegiatan riset da’wah yang pernah dilakukan LIPPM dihidupkan kembali. Apalagi dalam situasi sekarang ini. Hasilnya dapat digunakan untuk keperluan kegiatan da’wah. Saudara Muhsin tulislah apa saja kegiatan riset da’wah yang pernah dilakukan LIPPM. Saya fikir kegiatan riset da’wah ini tak bisa diabaikan”.

M. Siddik saat itu memberi motivasi, namun apa daya, ketika itu penulis sudah berada di lembaga lain, di luar struktur Dewan Da’wah.

Di masa M. Siddik menjadi Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat periode 2015-2020, penulis sudah tidak berada di Kramat Raya 45 lagi. Walau hingga kini masih tetap aktif menjadi pengurus Dewan Da’wah Provinsi Jawa Barat. Pada saat kami bertemu, perbincangan beliau bukan lagi masalah riset da’wah, mungkin karena sudah Biro Pengkajian dan Penelitian, tapi lebih banyak soal Dewan Da’wah Kota Depok. Beliau selalu memberi petunjuk agar membantu membenahi Dewan Da’wah di kota tersebut.

Tentu hal ini pun tetap menjadi perhatian penulis. Apalagi hingga saat ini kepengurusan Dewan Da’wah Depok, Jawa Barat tetap eksis. Beberapa kali telah melakukan regenerasi kepemimpinannya. Sejak Enjad Sudrajad S.Ag sebagai Ketuanya (2012-2015), dilanjutkan Imam Hadi ST (2015-2021), dan kini Hasan Basri SPd.I (2021-2026).

Pada saat M. Siddik menjadi Ketua Umum kami kerap bertemu dalam beberapa kali. Terutama pada saat diundang beberapa kali rapat, sebagai anggota Tim Penulisan biografi M. Natsir. Saat bertemu itu, pembicaraan bukan lagi soal riset da’wah, melainkan Dewan Da’wah Depok yang ada diketahui ada dua kepengurusan. Dewan Da’wah Depok DKI Jakarta dan Jawa Barat. Beliau ingin keduanya dipersatukan. Namun dalam praktiknya tidaklah mudah. Hingga kini masih berproses. Meskipun hingga wafatnya belum dapat disatukan, namun tanda-tanda kearah penyatuan mulai terbuka di masa penggantinya, Dr. Adian Husaini MA, sebagai Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat.

Adapun Soal riset da’wah dan LIPPM malah menjadi perhatian dalam diskusi Tim Penulisan Biografi M. Natsir. Karena itu penulis ditugaskan membuat tulisan tentang LIPPM. Sebab hasil riset da’wah digunakan untuk menentukan kebijakan dan kegiatan da’wah Dewan Da’wah dalam masyarakat di zaman M. Natsir sebagai Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat.

Meskipun demikian, pada saat M. Siddik memimpin Dewan Da’wah Pusat, kegiatan riset da’wah tetap menjadi perhatiannya. Sebab pada saat itu dibentuk Badan Pengkajian dan penelitian Dewan Da’wah. Kajian dan riset yang dilaksanakan sudah berfokus pada masalah da’wah. Khususnya tentang “Ghazwul Fiqri dan Harakatul Irtidad atau aliran sesat yang menyesatkan”.

Memang objek dan model risetnya berbeda dengan yang dilakukan LIPPM. Namun setidaknya di zaman M. Siddik tetap ada kegiatan riset da’wah dalam mendukung aktifitas Dewan Da’wah. Khususnya yang berkaitan dengan permasalahan pembinaan dan pembentengan (binaan wa difaan) ummat Islam dari berbagai perusakan dan pembusukan aqidah dan agamanya. (MK.Cibeber, 30.6.2021).

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*