Mengenal Lebih Dekat Bapak Pendiri NKRI Dari Putrinya

STIDNATSIR.AC.ID – “Dalam Kemasyarakatan, Pak Natsir tidak pernah menawarkan anak-anaknya agar bisa mendapatkan beasiswa. Tetapi, ia selalu menawarkannya ke orang lain yang dirasa lebih berhak mendapatkannya. Begitupun dengan dana haji, ia tidak pernah pula menawarkan kesempatan itu kepada keluarganya, tetapi selalu mencari orang-orang yang lebih pantas mendapatkannya di pelosok-pelosok daerah” tutur Ummi Aisyah Natsir Rahim, Putri Mohammad Natsir dalam Webinar Menyongsong 113 Tahun Mohammad Natsir, Selasa (13/7/21) melalui saluran Zoom Meeting dan kanal YouTube Dakho TV.

Aisyah Natsir Rahim adalah salah satu putri dari Bapak NKRI, Mohammad Natsir. Ia bertutur bahwa anak-anaknya menyebut Pak Natsir dengan sebutan “Aba”.

Pada webinar kali ini, ia menceritakan bagaimana sosok Pak Natsir dalam pandangannya. Ia mengisahkan bahwa Pak Natsir memiliki 6 anak, namun 1 orang anak laki-lakinya yaitu Kakak dari Aisyah Natsir wafat ketika Pak Natsir tengah menjabat menjadi perdana menteri.

Berbicara tentang Aba, menurutnya tidak bisa lepas dari peran Ummi Putri Nur Nahar, istri Pak Natsir, terutama dalam mendidik anak-anaknya. Aba dan Ummi Nur Nahar sama-sama mempunyai sikap bersikeras untuk maju. Keduanya bertemu di Jong Islamieten Bond dan Ummi Nur di bagian putrinya (HIBDA). Lalu, Aba berlanjut sampai mendirikan Pendis (Pendidikan Islam). Umi pun memilih mengajar di Pendis dan meninggalkan sekolah di gaji yang besar. Hal yang menarik dari kisah mereka ketika mengajar yaitu ummi sering menggadaikan barang-barangnya untuk dunia pendidikan. Tekad besar yang dimiliki aba dan ummi menjadi salah satu nilai terkuat bagi mereka untuk mengorbankan apapun yang mereka miliki.

Berita Terkait : Dihadiahi Beasiswa Pendidikan Timur Tengah, KH. Abdul Wahid Alwi Kuak Sikap Teladan Sosok Mohammad Natsir

Dalam perjalanan kehidupannya, Pak Natsir dan keluarga sering berpindah tempat. Setelah kemerdekaan, umi ingin sekali melihat ibu kota dari negara Indonesia, daerah dimana naskah Proklamasi disiarkan dan menjadi tanda kemenangan bagi Indonesia. Sayangnya, setelah tiba di Jakarta, mereka pun tidak bisa kembali ke Bandung. Karena hal demikian mereka memutuskan untuk tinggal di daerah Gang Alfa, Krekot, Taman Sari. Lalu pindah lagi ke kampung Bali di rumah pak Prawoto, dan pada akhirnya mereka pindah kerumah K.H Agus Salim.

“Pada peristiwa Bandung Lautan Api, Kami sekeluarga termasuk adik ummi, mengungsi ke daerah Siliwangi-Yogyakarta” tuturnya dalam webinar malam. Lalu ia dan keluarga kembali ke Jakarta dan tinggal di Jalan Jawa Bali no. 28. Selain dihuni oleh keluarga, rumah tersebut juga menampung para tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan karena rumah tersebut memiliki daya tampung yang banyak dan juga besar. Dan dari sinilah Aba dan Umi memberikan pelajar kepada anak-anak mereka bahwa hidup harus bersama-sama.

Dalam Hal Pendidikan, Pak Natsir dan istri saling bekerjasama. Ia sebagai penyampai dan istrinya sebagai penyalur serta pengingat.

Januari 1958, awalnya anak-anaknya diminta untuk berangkat ke Padang selama beberapa waktu, namun akhirnya justru menetap lama di Sumatra Barat untuk menempuh jalur pendidikan di sana. Lalu selang beberapa bulan mereka pun menempuh sekolah di masing-masing tempat tidak menjadi satu, hal ini mengajarkan mereka untuk berlatih menjadi pribadi yang mandiri.

Pak Natsir menitipkan anak-anaknya Bukan kepada tentara pelajar, dan sebagainya. Namun, ia menitipkan kami kepada Informal Leader di kampung-kampung. Pak Natsir mencari orang-orang yang berpengaruh di sana, terutama kepada orang-orang Masyumi di sana. “Kami di sana belajar berperan, bahkan sampai berpakaian harus disesuaikan dengan keadaan kampung tersebut” kenangnya.

Pada Akhir tahun 1959 – 1960 kami semua berkumpul bersama, dan tinggal di hutan.” ucapnya dalam webinar tersebut. Umi sempat dipenjara. Namun tonggak pendidikan umi inilah yang disimpulkan oleh Aba bahwa, “Kita Jangan menyerah, dan ikhlaslah dalam melakukan apa saja”.

Ketika Pak Natsir berada di tahanan militer. Ia berpesan kepada kami yaitu, “Ikhlaslah dalam menjalankan sesuatunya, yakinlah Allah akan selalu berada dengan kita” Pak Natsir mempunyai prinsip tidak pernah memberikan kesempatan baik kepada anak, keponakan, untuk mendapatkan suatu keistimewaan, tetapi harus menjalankan sesuai dengan apa yang digunakan. Ia selalu menjalin tali silaturahmi, karena itu akan mempermudah urusan.

Dalam Kemasyarakatan Pak Natsir tidak pernah menawarkan anak-anaknya agar bisa mendapatkan beasiswa. Tetapi, ia selalu menawarkannya ke orang lain yang dirasa lebih berhak mendapatkannya, begitupun dengan dana haji, ia tidak pernah pula menawarkan kesempatan itu kepada keluarganya, tetapi selalu mencari orang-orang yang lebih pantas mendapatkannya di pelosok-pelosok daerah. Dan dalam keadaan apapun, Pak Natsir selalu memikirkan orang lain, walaupun ia dalam keadaan sakit sekalipun. Pak Natsir selalu memperhatikan Umat, termasuk sistem yang ia jalankan adalah mengirimkan orang-orang untuk belajar pergi ke Mekkah, Madinah, Mesir, dll. Namun setelah dari sana mereka harus ditempatkan di daerah, bukan di kota.

Dalam hubungan Keluarga, Pak Natsir mendidik anak-anaknya dengan melihat, tanpa memaksakan, dan anak-anaklah yang mengelolanya sendiri, ia tidak pernah ikut campur dalam rumah tangga anak-anaknya dan tidak pernah memaksakan anak-anaknya untuk apa, bagaimana, ia pun sangat peduli terhadap saudaranya pula. Perihal pasangan hidup untuk anaknya ia tidak pernah memandang perbedaan dari suku. Namun yang ia utamakan adalah aspek keagamaan yaitu Islam.

Sebelum mengakhiri pembicaraan webinar kali ini, Ibu Aisyah Natsir menjelaskan sedikit profil tentang Pak Natsir, beliau merupakan seorang Datuk ia memiliki 3 orang saudara, kakaknya laki-laki bernama Datuk Sinarupanjang. Kemudian meninggal pada tahun 1941. Gelar datuknya pun diserahkan kepada Pak Natsir. Sehingga ia mendalami peran kedatukannya, dan keislamannya. Itulah yang menurut Aisyah Natsir sosok ayahnya terlihat istimewa.

“Selama mengalami terjalnya kehidupan, Pak Natsir selalu mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari istrinya. Maka dari itu, tidak bisa membahas tentang Pak Natsir jika tidak dikaitkan dengan peran istrinya” ucap Aisyah Natsir sebelum menutup materi yang disampaikannya.

Berita Terkait : Peringati 113 Tahun Mohammad Natsir, Dewan Da’wah Gelar Webinar Selama Sepekan

Dalam memperingati 113 tahun Mohammad Natsir, Dewan Da’wah menyelenggarakan Webinar Sepekan Bersama Mohammad Natsir yang diadakan secara virtual melalui saluran Zoom Meeting dan kanal YouTube Dakho TV, dalam acara yang digelar sejak tanggal 11-17 Juli 2021 ini, turut hadir sebagai narasumber para tokoh sejarah yang memiliki kedekatan dengan Mohammad Natsir, dan akan menyampaikan berbagai materi dan fakta menarik yang jarang diungkap sebelumnya. [Nida Taqiyya / MARWAH]

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*