Sampaikan Inteligensi dan Idealisme Pendidikan Mohammad Natsir, Dr. Mohammad Noer : Dia Bagaikan Mata Air yang Mengalir

STIDNATSIR.AC.ID – Rabu (14/07/2021) memasuki hari ke empat webinar dalam rangka Menyongsong 113 Tahun Mohammad Natsir yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir. Para partisipan masih setia mengikuti rangkaian materi webinar virtual ini baik melalui ruang zoom meeting, maupun melalui kanal YouTube Dakho TV.

Wakil Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyyah Indonesia, Dr. Mohammad Noer, MA, sebagai narasumber pada tema “Pemikiran Pendidikan Mohammad Natsir”, mengaku menyambut baik webinar yang berlangsung pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB.

“Bagi saya Pak Natsir merupakan mata air mengalir yang perlu digali dari berbagai aspek” ungkapnya. Dr. Mohammad Noer mengungkapkan kekagumannya terhadap salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam pendidikan Islam di Indonesia itu. Diibaratkan sebagai mata air yang mengalir, karena Pak Natsir memiliki sifat multi-dimensi. Ia merupakan tokoh umat dan tokoh politik. Perlu diketahui, sebelum pak Natsir berkecimpung dalam bidang lain, ia merupakan tokoh pemikir pendidikan yang tidak banyak diketahui orang.

Dr. Mohammad Noer mengajak para audiens untuk menelusuri jenjang pendidikan yang dilalui Pak Natsir. Beliau mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di sebuah kota sejuk yang berada di Alahan Panjang, Sumatra Barat. Pak Natsir lahir di tengah keluarga yang sangat memperhatikan pendidikan. Oleh karena itu, selain menyibukkan diri dengan bersekolah di HIS pada pagi harinya, ia juga menghabiskan waktu malamnya di surau untuk belajar mengaji.

Pada jenjang berikutnya setingkat dengan SMP, Pak Natsir melanjutkan pendidikan di Mulo, Sumatra Barat. Di sana ia tinggal bersama kakaknya. Meski demikian, ia hidup secara mandiri dengan mencari kayu bakar ke hutan, memasak hingga mencuci pakaian sendiri. Pekerjaan semacam itu sudah ia lakukan sejak di surau.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Mulo, Pak Natsir berpindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan tingkat SMA yang pada saat itu bernama AMS (Algeme(e)ne Middelbare School). Pada saat itu, masih sedikit sekali sekolah tingkat SMA, kecuali hanya ada di beberapa kota besar saja, di antaranya adalah Bandung.

“Pak Natsir seorang yang cerdas” ucap Dr. Mohammad Noer. Hal itu terbukti saat ia bisa mengejar ketertinggalan dengan anak-anak yang hidup di Bandung dan sudah lebih dulu menguasai bahasa Belanda.

Selain bersekolah di AMS, Pak Natsir juga belajar agama dengan A. Hasan (salah satu pendiri PERSIS). Selama itu pula, Pak Natsir bercita-cita menjadi seorang pendidik, melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, di mana banyak orang  yang mulai terpengaruh dengan pemikiran barat, dan menganggap Islam sebagai agama yang terbelakang. Di antara faktor yang mempengaruhi adalah minimnya kesadaran orang tua untuk menanamkan nilai Islam kepada anaknya. Ia merasa hal ini harus diatasi untuk merubah sikap anak muda saat itu, ia merasa berkewajiban untuk menyelamatkan generasi muda saat itu.

Di antara upaya yang dilakukan pak Natsir saat itu adalah dengan menolak beasiswa untuk  bersekolah di STH (Sekolah Tinggi Hukum), atau Sekolah Tinggi Ekonomi yang terkenal milik Belanda. Pak Natsir lebih memilih menyelamatkan pola pikir generasi muda dan kepentingan umat dengan jalur pendidikan.

Berita Terkait : Dihadiahi Beasiswa Pendidikan Timur Tengah, KH. Abdul Wahid Alwi Kuak Sikap Teladan Sosok Mohammad Natsir

Pak Natsir mengikuti kursus pendidikan guru selama satu tahun. Dan setelah itu membuka PENDIS (Pendidikan Islam) pada tahun 1932. Meskipun banyak kendala yang dihadapi seperti biaya, gedung, dan mukafa’ah guru, istrinya menunjukkan dukungan penuh terhadap perjuangan suaminya dengan menggadaikan gelang emas yang dimiliki nya untuk kepentingan PENDIS. Namun setelah kedatangan Jepang, PENDIS dibubarkan.

Kendati demikian, hal tersebut tidak membuat Pak Natsir berhenti untuk mencari cara agar pendidikan Islam tetap bisa berjalan di Indonesia. Baginya, jalur pendidikan adalah jalur strategis dalam proses perubahan umat.

Setelah Indonesia merdeka, Pak Natsir dan Bung Hatta mendirikan STI (Sekolah Tinggi Islam) di Yogyakarta, yang berada di bawah naungan partai MASYUMI. Dan saat ini nama STI berubah menjadi UII. Selain itu, Pak Natsir juga ikut melahirkan Perguruan Tinggi Islam lainnya seperti UISU (Universitas Islam Sumatera Utara), UNISBA (Universitas Islam Bandung), UIKA (Universitas Ibu Khaldun) Bogor, UIC (Universitas Ibnu Chaldun) Jakarta, dan UIR (Universitas Islam Riau).

Tidak hanya bergelut dengan perguruan tinggi. Ketika di penjara, Pak Natsir berpikir untuk kembali menghidupkan pendidikan Islam. Karena satu dan lain hal, MASYUMI tidak dapat dihidupkan kembali. Dan ia bersama rekan-rekannya mendirikan Dewan Da’wah dan tidak terlepas dari dunia pendidikan.

Berdirilah AKBAR (Akademi Bahasa Arab) selama beberapa tahun, kemudian berdiri juga LPDI (Lembaga Pendidikan Da’wah Islam) yang sampai saat ini para alumninya masih berada di Dewan Da’wah seperti Dr. Imam Zamroji, MA.

Ketika pemerintah mengadakan transmigrasi ke luar Pulau Jawa, Pak Natsir tetap dalam dunia pendidikan nya. Ia mencari cara agar di sana ada da’i yang akan menjadi pendidik. Pak Natsir mengumpulkan para da’i alumni pesantren-pesantren untuk melakukan training selama 1-2 bulan lamanya. Kemudian disebar ke berbagai daerah transmigrasi tersebut.

Berita Terkait : Sisi Lain Mohammad Natsir yang Jarang Diketahui

Hal menarik lain mengenai pemikiran pendidikan Pak Natsir adalah ketika ia mendapatkan hadiah dari Raja Arab, namun Pak Natsir meminta hadiah itu bukan untuk kepentingan pribadinya, melainkan untuk kepentingan pendidikan umat. Ia meminta beasiswa sekolah ke luar negeri untuk murid-muridnya, dan akan kembali ke Indonesia untuk berda’wah menjadi pendidik umat.

Pak Natsir selalu mencari cara untuk melahirkan para generasi muda yang bisa melanjutkan perjuangan da’wah nya. “Adanya regenerasi di Dewan Da’wah saat ini sebagai bukti konkret kita meneruskan perjuangan pendidikan Pak Natsir” ucap Wakil Ketua Umum Dewan Da’wah ketika menyampaikan kalimat penutup mengenai perjuangan Pak Natsir dalam dunia pendidikan.

[Hielwa/MARWAH]

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*