MENEGUHKAN KEMERDEKAAN DENGAN DA’WAH

Oleh: Dr. Dwi Budiman Assiroji
(Ketua STID Mohammad Natsir)

Tahun ini kita memperingati kemerdekaan negara kita yang ke 76. Artinya sudah 76 tahun negeri ini merdeka dari penjajahan bangsa lain. Seharusnya semakin lama kita merdeka semakin sejahtera bangsa kita. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia diharapkan dapat membentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Namun kenyataannya, masih banyak masyarakat kita yang sampai saat ini belum sejahtera. Apalagi di tengah-tengah pandemi covid-19 yang semakin membuat banyak masyarakat kita mengalami kesulitan hidup.

Kenyataan tersebut tentu disebabkan oleh banyak hal. Salah satu yang paling krusial adalah karena banyaknya masyarakat kita, termasuk para pejabatnya, yang terkena penyakit cinta dunia sehingga tidak bersedia berkorban untuk kepentingan bangsa dan masyarakat kebanyakan. Fenomena ini bukanlah hal baru. Mohammad Natsir, dalam tulisannya menyambut peringatan kemerdekaan RI tahun 1951, menjelaskan bahwa sekalipun Indonesia sudah merdeka 6 tahun, namun masyarakat kebanyakan belum mendapatkan kebahagiaan, “Seolah-olah ni’mat kemerdekaan yang telah dimilikinya ini, sedikit sekali faedahnya,” tulis Natsir. Semua itu disebabkan karena munculnya sifat bakhil, Natsir menjelaskan, “Sekarang telah timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu dan merajalela sifat serakah. Orang bekerja tidak sepenuh hati lagi.”

Apa yang disinyalir Natsir 70 tahun lalu ternyata masih terus berlangsung hingga kini. Bahkan cenderung semakin bertambah. Banyak pejabat yang karena sifat serakahnya menyebabkan ia melakukan praktek korupsi. Korupsi inilah yang menjadikan masyarakat tidak sejahtera karena dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan mereka, dikorupsi oleh para pejabat serakah itu. Lihatlah data beberapa tahun belakangan. Sebagaimana yang diberitakan banyak media online, BPK mensinyalir, kerugian Negara akibat kasus korupsi Asabri mencapai angka Rp. 22,7 Triliun. Adapun kerugian Negara dalam kasus korupsi Jiwasraya ditaksir sebesar 16,8 triliun. Sementara dana bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 yang dikorupsi Menteri Sosial Juliari P. Batubara sebesar Rp. 5,9 triliun. Tiga kasus ini cukup memberikan gambaran kepada kita, betapa akutnya permasalahan korupsi di negeri ini.

Kondisi masyarakat bawah juga tak kalah rusaknya. Penyakit cinta dunia yang menimbulkan keserakahan, membuat masyarakat kita menjadi masyarakat yang senantiasa berorientasi kepada harta dan kesenangan dunia. Segala cara dilakukan demi mendapatkan harta dan kesenangan dunia itu. Tidak peduli halal dan haram. Riba menjadi salah satu jalan yang banyak ditempuh masyarakat untuk mendapatkan harta dengan cepat. Maka menjamurlah pinjaman online, lintah darat berkedok tehnologi yang sudah memakan banyak korban. Walaupun pada akhirnya banyak yang menderita karena terjerat hutang berbunga tinggi dari pinjaman online ini, namun masih banyak masyarakat yang terjerumus ke dalamnya.

Penyakit serakah dan cinta dunia yang menjangkit para pejabat dan masyarakat bawah ini, secara lahir jelas-jelas menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan. Secara bathin juga menjauhkan negeri ini dari keberkahan Allah Ta’ala.

Untuk menghadapi kondisi seperti itu, diperlukan usaha keras dari berbagai elemen bangsa agar terjadi proses perbaikan yang akan menjadikan masyarakat kita sejahtera, lahir dan batin.

Salah satu usaha terpenting yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah gerakan da’wah. Gerakan perbaikan yang merupakan kelanjutan dari gerakan risalah para nabi dan rasul ini, sepanjang sejarah sudah terbukti berhasil melakukan perbaikan terhadap kondisi masyarakat yang sudah bobrok sekalipun. Firman Allah menjelaskan:

قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٠٨

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108)

Agar efektif, usaha da’wah ini harus diawali dengan menanamkan keimanan dalam diri masyarakat muslim, sehingga tumbuh keyakinan terhadap Kemahaesaan Allah. Inilah yang dilakukan para nabi dan rasul dahulu. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٣٦

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 36)

Iman kepada Allah adalah pondasi untuk membangun kebaikan lainnya. ketika iman sudah kokoh, maka kebaikan apapun yang dibangun di atasnya akan berdiri kokoh. Sebaliknya, sebagus apapun kebaikan yang didirikan, jika tidak dibangun di atas keimanan yang kokoh, maka bangunan kebaikan itu akan keropos dan mudah roboh.
Menanamkan keimanan agar tumbuh keyakinan terhadap Kemahaesaan Allah adalah juga usaha yang berkesesuaian dengan sila pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Setelah keimanan itu tertanam dalam hati masyarakat muslim, da’wah harus terus bergerak untuk senantiasa mengajak masyarakat berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari berbuat kemunkaran (al-amru bil ma’ruf wan-nahyu ‘anil munkar). Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

Gerakan da’wah dalam pengertian al-amru bil ma’ruf wan-nahyu ‘anil munkar, akan mendatangkan dua keuntungan. Pertama, menjaga stabilitas masyarakat agar tetap aman dan tentram. Karena akan terbentuk masyarakat yang senantiasa berbuat kebaikan, tidak ada yang berbuat kejahatan, termasuk kejahatan korupsi dan praktek ribawi. Kedua, mendatangkan keberuntungan sebagai janji dari Allah Ta’ala, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kondisi ini pada akhirnya akan mewujudkan masyarakat yang adil dan beradab, sesuai dengan sila kedua dari Pancasila.

Selanjutnya, gerakan da’wah itu harus terus dilakukan dengan penuh kesabaran. Sebab da’wah adalah jalan panjang yang pasti penuh halangan dan rintangan. Seperti jalan risalahnya para nabi dan rasul yang juga penuh halangan dan rintangan. Sebagaimana yang Allah Ta’ala gambarkan:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّٗا شَيَٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِي بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورٗاۚ وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ ١١٢

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am: 112)

Ini terbukti di negeri kita, selama 76 tahun kemerdekaan, gerakan da’wah terus berusaha melakukan proses perbaikan di tengah-tengah masyarakat, walaupun halangan dan rintangan selalu menghadang, di berbagai zaman; Orde Lama, Orde Baru dan kini Orde Reformasi yang sedang dikorupsi. Usaha da’wah yang tak kenal lelah ini, bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana sila kelima dari Pancasila.

Maka inilah kewajiban kita untuk meneguhkan kemerdekaan republik Indonesia, terus mengobarkan gerakan da’wah demi terciptanya kesejahteraan umat dan bangsa.

Jakarta, 17 Agustus 2021

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*