SAS: “Tidak Ada Dalil dalam Al Qur’an bahwa Allah itu Ada”. Filosofis atau Literalis?

Oleh : Agung AS (Alumni STID Mohammad Natsir)

Umat Islam kembali digegerkan dengan video yang beredar cukup viral yang memperlihatkan seorang Said Aqil Siraj (SAS) menyatakan bahwa di dalam Al Qur’an itu tidak ada dalil yang menerangkan bahwa Allah itu ada. Menurut Mustofa Nahrawardaya seorang politisi dari Partai Umat bahwa video tersebut termasuk video lawas karena terjadi pada bulan April 2019 lalu yang kemudian dibagikan oleh akun twitter @cobeh2021 pada Senin, 20 September 2021. Bagi sebagian umat Islam menyaksikan video tersebut merasa jengkel dan marah. Banyak para netizen yang memberikan komentar negatif cukup keras, adapula yang memberikan tanggapan datar-datar saja, tak sedikit pula yang mencoba untuk membela.

Jika kita cermati apa yang disampaikan SAS dalam video yang beredar tersebut dan coba kita bandingkan dengan video yang mirip dengan versi lain (lihat akun youtube TVNU) yang durasinya lebih panjang, sepertinya beliau sedang menyampaikan materi tentang salah satu sifat Allah yaitu al wujud (ada) yang merupakan teorinya Imam Asy’ari tentang 20 sifat wajib bagi Allah.
Namun, sangat disayangkan dalam pemaparannya SAS menyatakan dengan jelas bahwa dalam Al Qur’an tidak ada dalil yang menyatakan bahwa Allah itu ada, sedangkan dalil tentang adanya Allah itu dimunculkan oleh teori Imam Asy’ari. Seolah-olah Al Qur’an kurang jelas sehingga perlu dijelaskan oleh Imam Asy’ari. Bahkan jika kita merujuk pada video yang sedang beredar sekarang ini lebih mengerikan lagi seolah-olah menguatkan bahwa Allah itu tidak ada karena dalil utamanya pun (yaitu Al Qur’an) tidak menyatakan hal itu padahal ini masalah yang sangat mendasar sekali.

Bagi sebagian kalangan yang ikut membela, mungkin menilai bahwa orang-orang yang marah tersebut adalah mereka yang punya pikiran pendek, sesungguhnya SAS itu sedang berfilsafat. Bisa jadi mereka balik menanggapinya “ilmunya terlalu tinggi, buat kalian gak bakalan kesampean” atau “belajar aja lagi…” dan lain-lain.
Bahkan, saya perhatikan sebagian tanggapan dari orang-orang yang tidak setuju pun ada yang berpandangan “itulah akibat dari banyak belajar filsafat, malah jadi keblinger”.

Bagi saya justru melihat apa yang disampaikan SAS ini bukan pandangan filosofis. Karena sesungguhnya filsafat itu berfikirnya radix atau “radikal” alias mendalam. Sementara apa yang disampaikannya menurut saya tidak mendalam, mengapa demikian? Karena beliau hanya melihat secara leterlek atau literal bahwa dalam Al Qur’an tidak ada ayat yang menyatakan bahwa Allah itu ada. Jika karena hal itu, kemudian dinilai sedang berfilsafat, maka sejatinya hal itu sangat tidak pas. Karena cara berfikirnya sangat dangkal, tidak mendalam. Justru kalau kita berfikir secara mendalam, maka akan kita temukan ayat-ayat secara mafhum dan jelas akan bisa disimpulkan bahwa Allah itu ada, seperti surat As Sajdah ayat 4 yang artinya, “Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Bagimu tidak ada seorang pun penolong maupun pemberi syafaat selain Dia. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?,”

Ayat ini secara leterlek memang tidak menyatakan bahwa “Allah itu ada”, tapi jika maknanya sudah jelas bahwa Allahlah yang menciptakan langit dan bumi, kalau ciptaan-Nya saja ada alias wujud apalagi Yang Menciptakanya. Ditambah dalam akhir ayatnya ada kalimat “… apakah kamu tidak memperhatikan?” ini isyarat bahwa kita diajak berfikir secara mendalam bukan hanya leterlek saja dan masih banyak ayat-ayat yang serupa. Oleh karena itu, menurut saya pemikiran SAS dalam hali ini bukan sebuah pemikiran filosofis tapi literalisme biblis. Apa itu literalis biblis atau biblisisme? Sebuah istilah yang sering digunakan untuk menyifatkan dalam penafsiran Al Kitab. Istilah ini dapat berarti berpatokan kepada huruf yang ada atau kepada makna harfiah (lihat id.m.wikipedia.org).

Wallahu A’lam

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*