Keluarga Da’wah-Tiang Pancang Keluarga Da’wah (Bagian 5)

Print

Oleh: Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA (Dosen Tetap STID Mohammad Natsir)

عن عقبة بن عامر قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «خير النكاح أيْسَرُه»، وقال النبي -صلى الله عليه وسلم- لرجل: أتَرضى أن أُزَوِّجَكَ فُلانة «قال: نعم، قال لها: أترْضَين أن أُزوِّجَكِ فلانا» قالت: نعم، فزوجها رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، ولم يَفرض صداقًا، فدخل بها، فلم يُعطها شيئًا، فلما حضرتْهُ الوفاة قال: إن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- زوجني فلانة، ولم أُعطها شيئًا، وقد أعطيتها سَهمي من خَيبر، فكان له سهم بخيبر فأخذتْهُ فباعتْهُ فبلغ مائة ألف.

Dari ‘Uqbah bin Āmir ia berkata: Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah.” Dan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda kepada seorang lelaki, “Apakah engkau rida jika aku nikahkan dengan Fulanah?” Ia menjawab, “Iya.” Lalu beliau berkata kepada wanita tersebut, “Apakah engkau rida jika aku nikahkan dengan Fulan?” Ia berkata, “Iya.” Maka Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menikahkannya dan ia (laki-laki itu) tidak menyebutkan maharnya. Kemudia ia menggaulinya dan belum memberinya (istrinya) sesuatu apapun (mahar). Tatkala laki-laki itu sakaratul maut, ia berkata:

“Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menikahkanku dengan Fulanah dan aku belum memberinya sesuatu (mahar) dan sungguh aku telah memberikan bagianku pada saat perang khaibar.” Ia dulu memiliki bagian rampasan perang ketika di Khaibar, maka istrinya mengambilnya, lalu menjualnya, dan harganya mencapai seratus ribu. (HR. Abu Dawud)

Dr Abdul karim Zaidan berpesan, “Keluarga adalah tiang pancang (pondasi) kekuatan masyarakat, karena masyarakat itu sendiri terdiri dari kumpulan keluarga dan keluarga laksana sel-sel yang membentuk tubuh. Kalau keluarga baik baik, niscaya masyarakatnya-pun akan menjadi baik, dan sebaliknya kalau keluarga itu rusak maka masyarakat seluruhnya akan menjadi rusak. Karena itu Islam selalu menaruh perhatian khusus kepada keluarga ini dan peraturan-peraturan yang mengatur keluarga ini sangat banyak. (Ushulu Dakwah, Abdul Karim Zaidan)

Dalam banyak pertemuan dan juga momen nasehat pernikahan Allahuyarham ustadz Muzayyin Abd Wahab, sering menyampaikan tema seputar keluarga sakinah dengan menekankan pada aspek pilar-pilar penyangganya. Pilar penyangga inilah sebagai kekuatan bagi bangunan keluarga yang tidak sejak berdimensi sakinah, tetapi sekaligus berdimensi dakwiyah bagi perkembangan Islam. Dalam konsepsinnya, pasangan itu membentuk kekuatan perubahan di masyarakat atau bisa kita sebut dengan Keluarga Dakwah.

Beliau menyumbangkan 3 gagasan utamanya sebagai penyangga keluarga tersebut ; Taqwallah, mu’asyarah bi al-ma’ruf (dialog yang baik) dan kasbul halal (usaha yang halal). Sementara ada beberapa gagasan tambahan misalnya ; solidaritas (Abd Karim Zaidan).

Kami menambahkan beberapa gagasan berdasar fenomena di lapangan berdasar pengalaman dan observasi terhadap keluarga dakwah, misalnya ; kekuatan pengorbanan dalam menghadapi tahapan dakwah, kekuatan menghadapi ujian perjuangan, konsistensi dan istiqamah terhadap target, sabar dan ikhlas, dan komitmen bahwa keluarga adalah uswah hasanah.

Tiang-tiang penyangga ini harus sejak awal segera didirikan, tentu dengan akan tunggang yang kuat. Ibarat bangunan, seperti pondasi jalan tol atau gedung pencakar langit, yang siap menghadapi goncangan, beban berat, tetapi tetap lentur secara konstrusi saat mengalami suhu panas yang dapat mempengaruhinya.

Tiang utamanya adalah taqwallah, sebagai konstruksi utamannya. Ia harus telah ada sejak dimulai, bahkan sejak baru membangun gagasan pernikahan itu sendiri. Rasulullah memesankan,

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

Jika datang kepada kalian seorang pelamar putri kalian yang kalian ridhoi akhlaknya dan agamanya maka nikahkanlah, jika kalian tidak melakukannya maka akan terjadi fitnah (bencana) di muka bumi dan kerusakan yang luas.” [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahih Ibni Majah: 1601]

Bentuk nyata dari taqwa adalah akhlaknya menonjol sebagai aktualisasi dari nilai-nilai iman. Penyebutan akhlak, juga menggambarkan bagaimana agama telah menjadi bagian dari kehidupan calon pasangan pernikahan tersebut.

Akhlak tersebut memberikan petunjuk bagaimana seharusnya berhubungan kepada Allah, dan juga sekaligus membangun rasa sosial terhadap pasangan, anak-anak, orang tua, keluarga besar dan juga masyarakat.

Keluarga yang berakhlak Islami akan menjadi buah, ataupun ‘rabu’ bagi persemaian calon-calon keluarga Islami dalam komunitas masyarakat. Mereka akan menjadi entitas yang saling ‘perlu’ mengikatkan diri, saat salah satu keluarga dalam hal ini orang tua, pergi sejenak keluarga di lingkungan tersebut.

Tentu, keluarga yang memberikan peran stimulus bagi pergerakan perubahan, tidak saja hanya satu keluarga, tetapi setiap keluarga harus mengikatkan diri mereka dalam ekosistem masyarakat, sehingga perubahan tidak parsial. Keseluruhan harus tersentuh, dan setelah ikut ingin ikut berkomitmen untuk mewujudkan keinginan terciptanya masyarakat Islami.

Untuk memberikan bobot dan uraian, bagaimana tiang pancang keluarga dakwah itu bisa diusahakan, insya-Allah akan kita bahas dalam kesempatan yang akan datang, secara berurutan. Semoga dimudahkan untuk mewujudkannya, amiin.

Pondok Ranggon, 3/10/21

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*