Apa Yang Mau Kita Tuju ?

Oleh : Haris Zulfikar, S.Sos
(Alumni ADI Dewan Da’wah Jawa Barat Angkatan 3)

Setiap manusia pasti mempunyai cita-cita dan tujuan dalam hidup. Sekecil apapun itu, baik ataupun buruk, ada hal yang ia tuju dalam kehidupannya. Saat jiwa kehilangan tujuan hidup, maka tak sedikit yang memilih untuk segera mengakhiri semuanya dengan ‘memaksa diri’ meninggalkan dunia ini. Namun bagi seorang muslim, hidup ini sangat berarti untuk menentukan kehidupannya setelah meninggalkan dunia ini.

Begitu pun saat kita memasuki dunia baru dalam fase kehidupan kita. Sebelumnya kita banyak menghabiskan waktu bersama guru dan teman-teman menempuh pendidikan sekolah dasar hingga menengah atas. Suka dan duka dijalani bersama. Terkadang tak ada tujuan panjang kita selain tujuan menghabiskan hari-hari yang menyenangkan di sekolah. Seakan moment tersebut menarik kita kembali, berharap ada pada dimensi waktu tersebut.

Saat kelulusan, tiba saatnya kita sedikit mengerutkan dahi memikirkan apa yang akan ke depan kita jalani. Saat ini sudah ada pada fase berfikir secara serius untuk menentukan jalan apa yang akan kita tempuh menuju masa depan. Ada banyak bisikan melanjutkan kuliah di kampus A, dengan fakultas dan jurusan ini dan itu. Tak sedikit pula ‘terpaksa’ memilih jalan yang diinginkan oleh orang tua.

Mungkin pula saat ini ada yang merasa ‘terdampar’ di sebuah kampus yang bisa disebut bukan kampus. Ya.. Kampus ADI. Apa itu kampus ADI? Dari suasana maupun lingkungan seperti tak terasa sedikit pun atmosfir kampus seperti biasa yang kita lihat di luar sana. Mungkin lebih tepatnya pesantren. Seperti itulah yang ada di benak kita saat pertama kali datang ke kampus ADI.

Saat datang pertama kali, mungkin sebagian kita ada sedikit rasa kecewa. Terlebih bagi teman-teman yang datang atas ‘keinginan’ orang tua. Tak apa-apa. Itu wajar dan manusiawi. Ekspektasi kita yang melambung tinggi terhempas begitu saja dengan pandangan pertama pada kampus ADI ini.

“Ah.. penulis mungkin berlebihan. Tak selalu begitu kesannya bagi sebagian lain”, gumam sebagian teman-teman. Kalau begitu, alhamdulillah. Tulisan ini hanya sekedar sharing dan menemani teman-teman yang sedikit bingung dan kecewa. Bisa jadi tulisan ini menguatkan dan memantapkan kita untuk terus berjuang di kampus ADI.

Ada satu ungkapan, bahwa kita jangan menilai sesuatu dari kulit luarnya saja. Kita belum melihat dan tahu keseluruhan. Bukankah tidak adil kalau seseorang tiba-tiba menghakimi kita pada detik-detik awal bertemu dengan sebuah kesimpulan bahwa kita merupakan orang yang begini dan begitu. Tak kenal maka ta’aruf.

Saya pun merasakan hal yang sama. Saya tidak boleh tergesa-gesa menilai kampus ADI sehingga saya membuat satu kesimpulan sempit yang pada akhirnya menjadi alasan saya mesti keluar dari ADI. “Mau ngapain? Apa sih yang didapat di ADI?”, hati berdiskusi hebat. Tapi ternyata anggapan saya salah. Saya sedikit demi sedikit menemukan jawaban atas keragu-raguan saat kali pertama datang.

Di kampus yang bisa disebut pesantren ini, ternyata ada banyak hal yang tidak saya temukan di tempat lain. Disini saya ternyata bertemu dengan para dosen yang menjadi tokoh dan pucuk pimpinan di luar sana. Bahkan, bisa dibilang akan sulit bagi orang luar untuk berinteraksi seperti yang kita lakukan di kampus ADI. Sebut saja Ust. Roin, Ust. Syarif, Ust. Daud, Ust. Muhsin dll -yang dengan segala hormat tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Selain itu, saya pun mendapat pengalaman yang tidak saya temukan di luar sana. Ya, pengalaman dakwah secara langsung bersama para pimpinan Dewan Dakwah. Mahasiswa ADI senantiasa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan Dewan Dakwah, seperti aksi menghadang syi’ah, relawan bencana alam, dsb.

Pada akhirnya, proses tersebut memberikan pandangan baru dalam hidup saya. Dahulu saat pertama kali datang, mungkin pandangan saya begitu sempit, lemah, dan egois. Ya, egois. Saya hanya mementingkan hidup saya sendiri tanpa berfikir untuk memberi manfaat bagi orang lain.

Rasa bahagia, senang, sedih dsb ditentukan oleh cara pandang kita pada sesuatu. Saya dahulu merupakan seorang yang candu main game, mulai dari PS 2 -sebab saya sendiri yang memiliki rental PS, game online seperti Point Blank dll. Itulah bagian kebahagiaan saya dulu. Sejak di ADI, cara pandang saya berubah. Saya tidak boleh terbuai dan hanyut dalam masa-masa seperti sekolah dulu. Sekarang saya bagian dari orang-orang dewasa yang bukan hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga bermanfaat untuk orang lain.

Saya pun tertolong oleh dukungan orang-orang di sekitar. Mungkin, sebagian teman-teman saya di kampus ADI merasakan juga apa yang saya rasakan. Kita bisa kuat untuk tetap istiqamah dan berjuang karena sama-sama saling menguat. Mungkin jiwa-jiwa yang rapuh ini terhimpun dan menjalin hubungan erat sehingga menciptakan jiwa-jiwa yang saling menguatkan. Dan semua itu dengan izin Allah kemudian atas ikhtiar dan tekad kita untuk saling membahu menguatkan.

Jadi tidak penting apa masa lalu kita, sehitam dan sekelam apapun itu. Kita mulai tentukan cita-cita dan tujuan baru kita yang lebih bermanfaat. Dunia dakwah yang baru kita selami ini pun tak melulu di atas mimbar. Jadi teman-teman bisa menyesuaikan dengan passion-nya masing-masing, baik itu dakwah melalui bidang seni, ekonomi, politik dsb.

Jadi, bagaimana cara bahagiamu hari ini? Ada banyak teman-teman kita di luar sana yang mengambil cara bahagianya dengan cara yang keliru. Bukan berarti kita merasa paling benar dan menghakimi mereka habis-habisan. Justru kita bisa mulai mengajak mereka untuk meraih kebahagian, bukan hanya di dunia tapi juga bermanfaat untuk bekal kita di akhirat.

Yang perlu kita ingat, ada masanya kita akan berpulang menghadap Allah tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Jika kita mencari kebahagiaan yang bisa memberi manfaat untuk kehidupan dunia sekaligus akhirat, why not? So.. lanjutkan perjalananmu di ADI. Akan ada banyak kebaikan dan hal seru yang kamu temukan. Dan jangan lupa, share kebaikan yang sudah kamu save ke teman-teman kamu di luar sana. Biar pahalanya ga terputus. Selamat berpetualang.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*