Menanggapi Isu Pluralisme Agama dari Sudut Pandang Kajian Kristologi dan Islam

Oleh : Zaki Aqil Nashrullah

(Mahasiswa Kelas Kepakaran Kristologi STID Mohammad Natsir)

Sekarang di dunia ini, baik dunia maya maupun berhadapan secara langsung, mulai sangat banyak sekali bertebaran sebuah penyakit dalam bentuk SIPILIS, yakni sebuah penyakit menular kedalam tiap jiwa dan akal sehat manusia beragama berupa Sekularisme – Pluralisme – Liberalisme. Penyakit ini begitu banyak menjangkit di kalangan umat beragama di dunia, terutama yang akan saya bahas kali ini di Indonesia.

Seperti yang kita tahu, dari sekitar 4.200 agama yang ada di dunia ini, Indonesia merupakan Negara sebagai pemegang muslim terbanyak di dunia (dari segi pengamalan terhadap ajarannya). Memang pada hakikatnya kalau hendak kita bandingkan, antara jumlah muslim Indonesia dengan muslim di India, jauh lebih banyak jumlah muslim di India. Namun India tidak dikatakan sebagai Negara pemegang muslim terbanyak di dunia karna jumlah muslimin di India lebih sedikit ketimbang jumlah Hindunya. Jumlah hindu di India sebanyak 79.8%, sementara muslim hanya 14.2% saja. Sebab dari itulah Indonesia diklaim sebagai Negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia.

Namun secara umum, agama-agama resmi yang diakui di Indonesia terhitung sebanyak 5 agama, dengan rincian masing masing agama yang terinci dalam sensus resmi tahun 2020, oleh Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2018, 86,7% beragama Islam, 10,72% Kristen, 1,74% Hindu, 0,77% Buddha, 0,03% Konghucu, dan 0,04% aliran kepercayaan atau agama lainnya.

Dengan begitu banyaknya jumlah agama di dunia terutama di Indonesia, lantas bagaimana mungkin ada di kalangan orang Indonesia yang tanpa fakta dan data mengatakan bahwa “Semua agama itu sama, sama-sama menuju kebenaran, jadi islam bukanlah yang paling benar”. Terkadang dengan berasaskan kata TOLERANSI  menjadikan mereka menganggap apa yang diyakini benar oleh suatu agama, haruslah diyakini benar pula oleh agama lain. Padahal dalam fatwa ulama dunia, termasuk pula fatwa MUI Indonesia mengatakan bahwa hal semacam ini merupakan paham Pluralisme yang diharamkan keberadaannya. Sebab selain menyalahartikan kata “Toleransi” yang ada, mereka juga menghancurkan eksistensi sila 1 dalam pancasila Indonesia.

Kata “Toleransi” itu bermakna saling menghargai. Dalam islam juga ditanamkan ke dalam diri tiap muslim melalui Q.S. Al-Kafirun (109) : 6,

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ

“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

Dan sebenarnya makna Toleransi itu ialah menghargai dengan tidak saling mengganggu tiap ajaran yang ada pada kepercayaan masing-masing. Sementara menyamakan semua agama dalam konsep secara umum, berarti sudah menyamakan semua agama dalam ajaran secara totalitas pula. Dan itu terhitung sebagai menyakiti hati para penganut agama yang ada. Bagaimana tidak? Dengan kita menyamakan tiap agama berarti kita sudah memaksa mereka yang berbeda agama untuk meyakini keyakinan agama lain, sehingga secara tidak langsung memaksa mereka untuk mengkhianati apa yang diyakini didalam agamanya. Maka sebenarnya, kata Toleransi itu tidaklah salah. Yang salah itu hanya oknum yang menyalahgunakan arti dan maknanya untuk suatu kepentingan dan maksud tertentu.

Lantas bila pernyataan terkait semua agama itu sama muncul di hadapan kita, apa yang akan kita lakukan? Ajaran /paham Pluralisme di Indonesia yang tercakup dalam gerakan JIL (Jaringan Islam Liberal) yang diprakasai oleh Ulil Absar Abdallah cukup menimbulkan gejolak beragama di Indonesia. Lantas bagaimana kita selaku muslim menangkalnya ?

Mari sekilas kita mulai dari gambaran secara umum, jawaban oleh MUI akan hal ini. Meyakini bahwa semua agama itu benar adalah paham pluralisme yang telah difatwakan keharaman dan kesesatannya oleh para ulama seluruh dunia, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya no 7 tahun 2005 tentang haramnya paham pluralisme, sekulerisme, dan liberalisme.

            Oleh karenanya kita menjawab pernyataan Ulil Absar Abdallah yang berbunyi “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar,” yang dikutip dari Majalah Gatra edisi 21 Desember 2002 ini dari kacamata kristologi :

  • Sebelumnya saya ingin bertanya Dari sekitar 4.200 agama diseluruh dunia ini, apakah anda sudah mengamatinya SATU PERSATU ?
  • Kalau sudah, lantas bagaimana anda bisa mengatakan semua agama itu sama sementara jumlahnya begitu banyak yang berbeda?
  • Kalau belum, mari saya ajak anda berfikir…

 

Pertama, Dari Segi Berketuhanan

  1. Islam mengajarkan serta mengamalkan berketuhanan yang Esa dengan pondasi Q.S. Al-Ikhlas (112) : 1-4

Hematnya, kami bersedia mengatakan tuhan agama lain sama dengan tuhan di agama kami kalaulah memenuhi kriteria/syarat yang pantas disebut Tuhan yang sesuai dengan 4 kriteria di surat Al-Ikhlas : 1-4 :

  1. Esa
  2. Semua makhluk bergantung pada-Nya, bukan Tuhan pula yang meminta bantuan dengan makhluknya.
  3. Tidak beranak dan tidak diperanakkan
  4. Tidak bisa dibandingkan dengan apapun (dalam artian, selama bisa diserupakan atau dibandingkan, maka dia GAGAL disebut sebagai Tuhan dalam agama kami)
  5. Lalu agama lain rata-rata mengadopsi paham TRINITAS dalam berketuhanan mereka yang sangat jelas berbeda dengan islam.
  • Nasrani mengajarkan TRINITAS (Tuhan Bapa, anak, roh kudus) berdasarkan Matius 28 : 19
  1. Trinitas di Mesir dengan menuhankan (Tuhan Bapa (Osiris), Perempuan (Isis), dan anak (Horus))
  2. Di Persia dengan Trinitas Mitraisme nya
  3. Di Hindu dengan Trimurti nya

Lantas apakah kata “SEMUA AGAMA ITU SAMA” masih cocok sampai sini?

 

Kedua, Dari Segi Memandang Nabi

 

BIBEL QUR’AN
Nabi NUH, Mabuk-mabukan sampai telanjang bulat. (Kejadian 9 : 18-27) – meski dibantah oleh kejadian 6 : 9 Nabi Nuh ialah seorang manusia sekaligus Nabi yang mulia yang mendapatkan pertolongan Allah. (Q.S.Al-Anbiya (21) : 76-77)
Nabi LUTH, Meniduri alias menggauli putri kandungnya sampai hamil. (Kejadian 19 : 30-38) Nabi Luth ialah Nabi yang telah diberi Hikmah & Ilmu, serta diselamatkan dari azab yang ditimpakan kepada penduduk negri. (Q.S. Al-Anbiya (21) : 74-75)
Nabi HARUN, Membuat patung anak sapi dari emas. (Kejadian 32 : 1-5)

 

Nabi HARUN telah membersamai Musa, dan sudah berusaha mengingatka kaumnya yang disesatkan oleh Samiri pada saat ditinggalkan Musa. (Q.S. Tohaa (20) : 85-97)
Nabi SULAIMAN, lupa kepada Allah karna punya 700 istri + 300 gundik perempuan. (I Raja-raja 11 : 3-11) Nabi Sulaiman disebut sebagai sebaik-baik hamba. (Q.S. Shaad (38) : 30)

 

Sebegitu detail dan gamblangnya yakni bagaimana ketika baru hanya menelaah dan membandingkan antar 2 agama saja, sudah sangat terlihat begitu banyak perbedaan yang mewakili jawaban bahwa setiap agama itu berbeda dan tidak sama.

Karena meski di setiap agama punya keyakinan akan kebenaran Tuhannya masing-masing, namun bagi tiap agama pula akan memandang bahwa di luar agamanya tidak benar dan hanya agamanya saja yang benar.

Bila anda menanyakan dan meminta muslim sebagai contoh saya, untuk berlaku toleran dalam beragama, tentu saya akan menghormati anda dengan tidak mengusik ibadah anda. Namun bila ditanya apakah anda dan non-muslim lainnya (di luar islam) itu salah dan sesat? Maka dengan penuh yakin melalui ajaran Islam meyakini yang di luar islam tetaplah salah, sesat dan tidak benar. Dan semua agama memiliki hak untuk mengatakan itu melalui sudut pandang agamanya masing-masing. Dan yang saya lakukan adalah memberikan jawaban dengan iman serta dari Islamic worldview nya.

 

Wallahu A’lam.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*