Penguatan Mutu Dakwah

Oleh : Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA

Sudah 90 tahun yang lalu, Allahuyarham Pak Muhammad Natsir mendirikan Pendidikan Islam (Pendis) di Bandung, Jawa Barat. Pendis merupakan sebuah pendidikan Islam modern bercorak agama, beliau menjadi direktur selama 10 tahun terhitung sejak 1932. Dari tahun kelahirannya 17 Juli 1908, saat itu beliau berumur 24 tahun, mirip sarjana yang baru lulus.

Di kota ini, kita memutar sejarah tentang kemuliaan sang tokoh perjuangan ummat dan bangsa. Gagasannya sangat futuristik, melampaui seumurannya, tentang pendidikan dan kaderisasi. Dari pendidikanlah perubahan ummat akan berproses, menuju yang lebih baik. Perlu ketekunan, kesabaran, pengorbanan dan harapan positif.

Kini sekelompok ummat itu telah mengulang sejarahnya, tentang perlunya menyiapkan kader ummat. Sebagai pelayanan perubahan yang lebih baik sebagaimana yang diinginkan Allah swt. Merintis dari benih terkecil, di aset dakwah yang sederhana, menamainya dengan Akademi Dakwah Indonesia.

Akademi Dakwah Indonesia, lembaga kaderisasi dai, memanfaatkan potensi para guru senior yang tekun, menyiapkan kader kader yang memiliki mimpi tentang dakwah. Ditekuni oleh pegiat dakwah didaerah, memakai sarana yang memungkinkan. Disertai kesabaran dan ketahanan merawat cita cita perjuangan, sambil menunggu keberkahan dari Allah swt atas doa dan munajat para as-sabiquna al-awwalun.

Ada beberapa karakteristik yang perlu diingat bersama, untuk mewujudkan mutu dakwah kedepan.

1. Berangkat dari keyakinan, bahwa apa yang sedang ditekuni akan memberikan manfaat bagi pengembangan dakwah ke depan. Pekerjaan harus diyakini, karena lahirnya kemanfaatan manakala rintisan itu ditekuni dengan keyakinan sebagaimana syair berikut bahwa siapa yang tidak yakin, maka tidak ada manfaat (وكل من لم يعتقد لن ينتفع).

2. Mengawali dari yang kecil, sebagai wahana belajar, mengenal kemampuan personal dan kekuatan beramal jamai. Kecil itu modal, tinggal dipupuk hingga tumbuh dewasa ( ومن يعمل مثقال ذرة خير يرة).

3. Menyusun prioritas program dan pentahapan (طبقا عن طبق). Berangkat boleh sama, tapi melihat kemampuan dan peluang harus menjadi pertimbangan. Maksudnya, jangan mengukur diri dengan ukuran orang lain. Masing masing pribadi memiliki potensi yang kadang sama, tapi banyak pula perbedaannya. Lakukan prioritas, agar sesuai dengan banyak kenyataan.

4. Menguatkan estafeta dakwah (من سن سنة حسنة). Rintisan dakwah bukan berhenti saat pelakunya juga berhenti. Dakwah harus berjalan terus, dengan nilai yang diusung bersama, tergambar dalam visi dan misi perjuangan.

5. Merawat warisan amal shalih. Yang masih hidup memiliki kewajiban merawat rintisan, mempusakai agar berkembang amal jariahnya. Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada Muadz bin Jabal:

أوصيك يا معاذ: لا تدعنَّ في دبر كل صلاة أن تقول: اللهم أعني على ذِكرك، وشُكرك، وحسن عبادتك
Aku (Rasulullah) berwasiat kepadamu, wahai Muadz, “Janganlah engkau tinggalkan setiap selesai sholat kecuali mengucapkan, ” Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadaMu serta beribadah kepadaMu dengan baik”. (HR. Abu Dawud).

Begitulah gagasannya, meningkatkan mutu dakwah.

Bandung, 13/8/22

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*