Keluarga Da’wah (Bagian 3)

Oleh : Dr. Ahmad Misbahul Anam, MA (Dosen Tetap STID Mohammad Natsir)

وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلاَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُوا إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah : 221).

“Bibit dan bobot”, dua kosa-kata yang selalu disisipkan orang tua pada umumnya kepada anak-anaknya yang akan menentukan pilihan pasangan hidupnya. Bibit adalah semaian yang akan dipindah pada waktunya ; benih – sesuatu yang akan dikembangkan dan diternakkan : anak (orang) yang akan dididik lebih lanjut dan sesuatu yang akan menyebabkan timbulnya (terjadinya) penyakit atau pertikaian dan sebagainya.

Sedangkan “bobot” jika ditambahan ber-berbobot maksudnya adalah mempunyai berat dan ada isinya atau bermutu. Nah, dalam perahu rumah tangga itu perlu orang-orang yang memikiki bibit unggul yang memiliki sifat tahan terhadap serangan hama (penyakit), cepat berbuah, banyak hasilnya, dan dapat digunakan secara meluas (biasanya diambil dari buah atau bagian tanaman yang subur dan matang yang siap untuk ditanam lagi dan dari ternak diambil pejantan yang baik.

Bibit dan bobotnya berasal dari nasab, lingkungan, hasil didikan dan hasil kolaborasi dua insan yang sama-sama baik. Ayat diatas mengingatkan itu, memiliki kesamaan iman antar bibitnya, plus kesamaan bobot yang berkualitas. Kesamaan kualitas iman ini untuk membangun stabilitas dan visi keluarga ke depan.

Bacaan terkait : Keluarga Da’wah (Bagian 1)

Mengapa, karena hasil ‘persilangan’ ini diharapkan akan juga menghasilkan keturan yang sama kualitasnya. Keturunan ini diperlukan untuk ketersambungan kehidupan yang lebih baik. Bukan rupa, jabatan dan gengsi sosialnya semata.

Kisah turunya ayat di atas dapat menjadi pelajaran. Bahwa salah seorang sahabat Rasulullah, Abdullah bin Rawahah memiliki budak perempuan hitam, lalu kemudian karena kejadian tertentu akhirnya Abdullah bin Rawahah marah besar dengan budaknya, lalu beliau menamparnya.

Kejadian ini akhirnya sampai kepada sang Rasul pilihan, lalu Beliau bertanya, “Bagaimana keadaan budakmu itu, wahai Abdullah?” Lalu dijawab, “Dia berpuasa, sholat, berwudhu, dan dia juga bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Engkau adalah utusan Allah.” Maka seketika Rasul mengatakan bahwa dia adalah Muslimah.

Kemudian Abdullah bin Rawahah bersumpah untuk memerdekakannya dan kemudian menikahinya. Masyarakat setempat pada waktu itu ramai memberitakan pernikahan Abdullah bin Rawahah dengan mantan budak perempuannya, seakan itu adalah pernikahan yang hina, sehingga mereka menyayangkan hal itu terjadi. Maklum, saat itu sedang marak pernikahan beda iman di masyarakat, dengan latar belakang harta dan kedudukan strategis, nikah seperti ini dianggap melawan arus.

Bacaan terkait : Keluarga Da’wah (Bagian 2)

Kesamaan iman adalah modal dasar membangun rumah tangga dakwah. Iman yang 77 itu, harus ada dalam struktur masing-masing pasangan. Kualitas-kualitas tersebut akan saling terintegrasi, mempengaruhi dan menguatkan kepada masing-masingnya, mengantarkan keterlibatan lebih intens dalam aksi dakwah.

Persis saat Rasul mendapat dukungan ibunda Khadiyah sewaktu ayat pertama turun. Terbayang tentang penentangan dan tembok yang tabal, disertai kerikil kasar perjalanannya. Juga mirip, bagaimana ibunda Hajar mensupport nabiyullah Ibrahim saat ‘tragedi’ perpisahan harus dilakukan, sementara tetesan air sebagai sarana hidup belum menunjukkan gejalanya.

Mengapa masing-masing mantap, tetap dalam jalur berliku dan pendakian dakwah? Karena frekuensi iman terus memancarkan sinyalnya, keseluruh anggota badan, pikiran, hati dan jiwa. Membentuk misi yang jelas, bahwa pernikahan mereka ditakdirkan memang untuk mengemban amanah dakwah.

PondokRanggon, 1/10/21

Sumber gambar : Pasundan Ekspres

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*